Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Apakah Kekayaan Anda Meningkat Selama Tahun 2022?

30 Desember 2022   06:30 Diperbarui: 31 Desember 2022   18:45 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh tak terasa, waktu seolah berlari dengan cepatnya. Rasanya baru kemarin kita merayakan pesta melepas tahun 2021 dan menyambut 2022, sekarang sudah akhir tahun lagi.

Eh, ngomong-ngomong, apakah Anda sempat menghitung posisi keuangan Anda di akhir tahun ini. Kalau sempat, coba bandingkan dengan 1 tahun yang lalu, meningkatkah?

Kalau Anda tidak sempat menghitung karena tengah berlibur di suatu destinasi wisata, ya cukup menyediakan waktu sejenak untuk melakukan semacam refleksi.

Maksudnya, coba Anda rasakan atau ingat-ingat saja, kira-kira selama tahun ini Anda merasa lebih nyaman dalam menikmati kehidupan, atau justru lebih banyak mengeluh?

Sesekali menghitung kekayaan atau sekadar melakukan refleksi itu perlu, agar kita tahu apakah jalan yang kita lalui selama ini sudah on the right track sesuai yang direncanakan atau tidak.

Jangan hanya perusahaan saja yang sibuk menghitung berapa asetnya, kita secara individu pun juga memerlukannya.

Ada memang individu yang wajib menghitung kekayaannya setiap akhir tahun, seperti pejabat yang terkena ketentuan wajib melaporkan harta kekayaannya ke KPK.

Kemudian, mereka yang wajib melaporkan pajak penghasilan pribadi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), juga mengisi formulir yang berisikan daftar harta dan utangnya per akhir tahun.

Tapi, tak ada salahnya, yang bukan pejabat dan juga yang tidak melaporkan pajak penghasilan pribadi, mencoba menghitung kekayaannya.

Apalagi, prediksi para ekonom untuk tahun 2023 yang akan segera datang, kondisinya tidak akan baik-baik saja.

Kita memang tak usah terlalu takut, tapi jika resesi yang diperkirakan para ekonom betul-betul terjadi, sebaiknya kita dalam kondisi siap siaga.

Kesiapan kita itulah yang antara lain indikasinya terlihat dari kondisi keuangan kita saat ini.

Posisi keuangan yang dimaksud bukan semata-mata uang tunai atau saldo rekening Anda di bank. Tapi, juga termasuk yang sudah Anda investasikan.

Investasi itu harus ada jejaknya, seperti bila membeli emas dan properti. Membeli saham pun, meskipun sudah di era digital, juga ada jejaknya.

Bagaimana bila uang banyak habis untuk membeli barang konsumtif seperti tas, sepatu, dan pakaian yang branded? Bukankah juga ada jejaknya?

Hal ini bolehlah dibilang sebagai kekayaan, karena kalau kepepet masih bisa dijual lagi, meskipun dengan harga lebih murah.

Tapi, dalam menghitung barang-barang konsumtif itu, jangan pakai harga saat dibeli. Cara menghitungnya, gunakan taksiran kira-kira kalau dijual sekarang, berapa orang lain berani membelinya.

Namun, kalau uang yang Anda habiskan untuk jalan-jalan ke luar negeri, mentraktir banyak orang makan-makan dan nonton bioskop, tentu tak ada jejaknya. 

Paling tidak, ada empat kemungkinan yang akan dihasilkan dari perhitungan posisi keuangan seseorang per akhir 2022, setelah dibandingkan dengan per akhir 2021.

Pertama, aset bertambah dan utang juga bertambah. Ini mungkin dianggap sebagai kondisi yang netral. 

Namun, perlu waspada bila nantinya tak mampu membayar utang, bisa-bisa sebagian aset akan melayang untuk pembayar utang.

Kedua, aset bertambah dan utang berkurang. Inilah kondisi yang ideal yang bisa diartikan sebagai bertambahnya kekayaan.

Ketiga, aset berkurang dan utang bertambah. Ini kondisi yang paling tidak diharapkan, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.

Keempat, aset berkurang dan utang juga berkurang. Ini kondisi yang juga netral atau impas seperti kondisi yang pertama.

Namun, kondisi keempat mungkin lebih baik daripada yang pertama, karena tidak terkena perasaan cemas diuber penagih utang.

Sebagai penutup, perlu diingatkan kembali tentang kata-kata orang bijak, bahwa uang atau kekayaan bukanlah tujuan kita dalam mengisi kehidupan ini.

Tapi, uang harus disadari hanya sebagai alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan. 

Ilustrasi tumpukan uang|dok. Kompas.com
Ilustrasi tumpukan uang|dok. Kompas.com

Dalam hal ini perlu dibedakan antara kebutuhan yang bersifat mutlak dan keinginan yang sifatnya hanya nice to have.

Betul, bahwa uang belum tentu mendatangkan kebahagiaan, terkadang malah mendatangkan perpecahan.

Bahkan, sering kita mendengar ungkapan seperti dalam lirik lagu atau puisi, "Biar tak punya uang, asal bahagia." 

Ungkapan tersebut, bila dimaksudkan sekadar untuk menghibur diri, ya, boleh-boleh saja. 

Tapi, kata-kata tersebut bisa menjadi kontra produktif karena tidak memotivasi orang lain agar gigih berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Intinya, punya uang itu penting agar kita mampu memenuhi kebutuhan, tapi kita jangan sampai diperbudak uang. 

Keseimbangan dalam hidup, antara yang bersifat material dan spiritual, atau antara aspek duniawi dan ukhrawi, itulah yang sebaiknya kita raih.

Selain itu, juga diupayakan keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan individu dan kebutuhan yang bersifat sosial.

Selamat tinggal 2022, kita songsong kehidupan yang semoga lebih cerah pada 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun