Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Uskup Belo Dapat Nobel Perdamaian, Semoga Presiden Jokowi Juga

2 Juli 2022   08:36 Diperbarui: 2 Juli 2022   08:47 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang cinta damai. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang antara lain menggambarkan tujuan terbentuknya NKRI.

Salah satu tujuan tersebut adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Cinta damai itu bukan hanya sebatas di atas kertas. Soalnya, pada dasarnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku, budaya, dan agama, telah membuktikan mampu hidup bersama secara harmonis.

Perbedaan yang ada tidak menjadi sumber perpecahan, justru semakin meneguhkan sikap saling menghargai antar berbagai golongan masyarakat.

Nah, dengan modal seperti di atas, Indonesia sudah cukup banyak berperan dalam menciptakan perdamaian di kancah internasional.

Jusuf Kalla (JK) adalah contoh salah satu putra bangsa yang diakui perannya sebagai juru damai oleh dunia. 

Sudah beberapa kali JK menjadi mediator dalam konflik di Filipina Selatan, Afghanistan, dan Rakhine State di Myanmar.

Sedangkan untuk konflik di dalam negeri, JK antara lain memainkan peranannya dalam menyelesaikan konflik di Ambon dan Poso.

Memang, tonggak keberhasilan JK yang paling fenomenal adalah menjembatani terciptanya perdamaian di Aceh.

Nama JK begitu harum kala mencetuskan perjanjian perdamaian antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005.

Perjanjian yang ditandatangani di Helsinki (ibu kota Finlandia) tersebut mengakhiri konflik selama puluhan tahun di Bumi Serambi Mekah itu.

Nah, sekarang, Indonesia kembali membuat dunia berdecak kagum, karena Presiden Joko Widodo memilih langkah yang sangat berani.

Presiden Jokowi yang didampingi Ibu Negara Iriana, dengan naik kereta api dari Polandia berkunjung ke Kiev, Ukraina, menemui Presiden Volodymyr Zelensky.

Tidak hanya itu, Presiden dan istri juga sempat melihat reruntuhan apartemen yang tinggal puing-puing akibat perang yang berkecamuk.

Setelah itu, Presiden Jokowi terbang ke Moskow, membawa pesan perdamaian dan kemanusiaan yang disampaikan secara langsung kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.

Seperti diketahui, perang Rusia-Ukraina telah berlangsung beberapa bulan dan sejauh ini belum terlihat tanda-tanda mau berakhir.

Perang tersebut tidak hanya memporakporandakan kehidupan warga Ukraina yang terpaksa mengungsi ke berbagai negara tetangga, tapi juga berdampak secara ekonomi ke seluruh dunia.

Pasokan energi dan pangan di pasar internasional jadi tersendat dan harga barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari melonjak luar biasa.

Ironisnya, beberapa negara adikuasa bukannya berupaya menjadi jembatan agar tercipta perdamaian, justru turut berpihak kepada salah satunya, Ukraina atau Rusia.

Maka, tepat sekali langkah Joko Widodo yang dengan caranya yang santun, berusaha semaksimal mungkin memberikan kontribusi bagi terwujudnya perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Sikap Jokowi sebagai pemimpin G20 yang netral sangat kondusif, sehingga beliau diterima dengan baik dan bahkan dipercaya oleh Zelensky dan Putin.

Jokowi merasa penting berkunjung ke Ukraina dan Rusia, karena beliau mengundang dan  berharap Putin dan Zelensky hadir pada KTT G20 di Bali, November mendatang.

Awalnya sejumlah negara pro Ukraina menayatakan menolak hadir bila pemimpin Rusia ikut diundang. Namun, dengan gaya santun Jokowi, tempaknya ancaman tidak bakal datang tersebut mulai melunak.

Mencermati niat tulus dan langkah berani Jokowi sebagai jembatan perdamaian, banyak pihak yang menilai Jokowi layak mendapat hadiah Nobel Perdamaian.

Kita tentu sangat bangga bila nantinya Presiden Joko Widodo betul-betul dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian yang sangat prestisius itu. 

Indonesia sebetulnya pernah dapat Nobel Perdamaian tahun 1996 untuk Uskup Belo (bersama Jose Ramos Horta) untuk usaha menuju penyelesaian yang adil dan damai atas konflik di Timor Timur.

Karena waktu itu Timor Timur masih menjadi bagian dari Indonesia (sekarang menjadi negara Timor Leste), status Uskup Belo dulunya adalah seorang WNI. Sedangkan Ramos Horta bukan WNI.

Kita doakan semoga Presiden Joko Widodo berhasil meraih Nobel Perdamaian pada kesempatan berikutnya.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun