Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kos-kosan Jadul Beda Banget dengan Zaman Now

27 Juni 2022   05:48 Diperbarui: 27 Juni 2022   05:55 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kos-kosan zaman sekarang|Foto: Nur Azis/detik.com

Tips merantau untuk menuntut ilmu tentu berbeda dengan merantau untuk mencari nafkah. Mungkin anggapan umum, mencari nafkah lebih berat ketimbang menuntut ilmu.

Tapi, anggapan tersebut tidak sepenuhnya betul. Yang jelas, masing-masing kelompok, mencari nafkah atau menuntut ilmu, punya tingkat kesulitan tersendiri.

Tulisan ini lebih terfokus pada mereka yang hingga menamatkan sekolah menengah masih tinggal sama orang tua, dan saat memulai kuliah terpaksa berpisah karena kampusnya relatif jauh dari domisili orang tua.

Memang, ada juga mereka yang lebih muda saat berpisah dengan orang tua, seperti lulusan SD yang memilih mondok di sebuah pondok pesantren.

Atau, mereka yang menjadi siswa dengan pola boarding school, yang juga punya pengalaman berpisah dengan orang tua. Tapi, itu diluar skop tulisan ini.

Sebagai perantau, jika tidak ada  famili yang berdomisili di kota itu, pilihan yang tersedia adalah tinggal di tempat kos. Bisa juga di asrama, tapi tak banyak perguruan tinggi yang menyediakan asrama mahasiswa.

Nah, berbicara tentang kos mahasiswa, sangat nyata bedanya apa yang saya alami di dekade 1980-an dengan apa yang dialami generasi sekarang.

Saya punya pengalaman langsung, karena 3 anak saya semuanya kos sewaktu memulai kuliah. Mereka bertiga, hingga tamat SMA masih tinggal dengan orangtua.

Dulu, pada tahun 1980-an saya juga menjadi anak kos. Ketika itu, rata-rata mahasiswa yang ngekos tidak ada yang satu kamar sendiri.

Seperti saya, dengan kamar seukuran sekitar 4 kali 3 meter diisi oleh 3 orang. Di rumah tersebut ada 5 kamar. Artinya, dihuni 15 orang, yang bergantian menggunakan kamar mandi dan toilet yang terpisah dari semua kamar.

Kenapa harus sharing kamar? Agar sewa kamar bisa dibagi, sehingga masih terjangkau. Soalnya, uang bulanan dari orangtua sangat terbatas dan harus dicukup-cukupkan untuk semua keperluan.

Saya masih merasakan memasak nasi sendiri, meskipun lauknya lebih sering dibeli di warung. Lauk yang dibeli saat siang, bisa dimakan untuk makan siang sekaligus makan malam.

Mencuci dan menyetrika pakaian harus bisa dilakukan sendiri. Kalaupun ada uang, ketika itu usaha laundri masih sangat langka.

Barangkali karena tingkat kesejahteraan rata-rata orang tua mahasiswa jadul yang jauh lebih rendah dibanding sekarang, dulu tak ada yang namanya tempat kos mewah.

Sekarang, atau paling tidak sejak 10 tahun terakhir ini, banyak sekali apartemen di sekitar kampus yang menyasar para mahasiswa perantau. 

Sebagian apartemen tersebut tergolong mewah. Masing-masing penyewa tinggal sendiri, mungkin jarang yang sharing dengan temannya.

Kalau pun kos-kosan biasa yang bukan apartemen, bangunannya dalam kondisi bagus. Uang kos rata-rata dibayar untuk 1 tahun ke depan.

Fasilitas yang disediakan relatif lengkap, ada yang pakai pendingin udara dan kamar mandi di dalam kamar. Perabot juga sudah tersedia. 

Terlihat sekali motif bisnis para pemilik kos-kosan sekarang. Mereka berinvestasi secara besar-besaran dengan harapan menuai untung yang jauh lebih besar lagi.

Dan memang, kecuali saat pandemi lagi bergejolak pada 2020 dan 2021, usaha kos-kosan, terutama di sekitar kampus, memang sangat menguntungkan.

Zaman dulu, masih banyak ibu rumah tangga hanya menerima mahasiswa kos sekadar memanfaatkan kamar di rumahnya yang kosong. 

Jadi, selain karena mendapat uang sewa, ibu rumah tangga tersebut juga punya misi sosial, membantu anak daerah yang kesulitan mencari tempat kos.

Dulu, pola pembayaran biasanya secara bulanan, tapi fasiliatasnya sangat minim. Kipas angin pun tidak ada, juga tak ada perabot sama sekali. Kamar betul-betul dalam kondisi kosong.

Saya dulu membeli tempat tidur sederhana yang dipasang sendiri di kamar kos. Pakaian hanya dilipat dan ditaruh di keranjang, karena belum punya lemari.

Jadi, secara fasilitas dan kenyamanan, anak sekarang sudah sangat lumayan. Makanya, tak ada lagi alasan untuk tidak berhasil dalam menempuh studi.

Motivasi untuk berhasil menjadi faktor penting bagi seorang mahasiswa perantau, karena orangtua tidak mungkin selalu mengontrol. Kebebasan yang didapat karena jauh dari pengawasan orangtua, jangan disalahgunakan.

Jangan terbiasa bangun kesiangan, jangan habiskan waktu untuk main game. Gunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Boleh saja melakukan hobi, tapi studi tetap yang utama.

Memilih teman yang baik, juga sangat penting. Tapi, kalaupun terpaksa bertetangga kos dengan teman yang kurang baik perangainya (umpamanya suka minuman keras), jangan ikut-ikutan, tanpa terkesan bermusuhan.

Demikian sedikit tips bagi para mahasiswa baru, khususnya yang akan berpisah dengan orang tua. Semoga berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun