Saya masih merasakan memasak nasi sendiri, meskipun lauknya lebih sering dibeli di warung. Lauk yang dibeli saat siang, bisa dimakan untuk makan siang sekaligus makan malam.
Mencuci dan menyetrika pakaian harus bisa dilakukan sendiri. Kalaupun ada uang, ketika itu usaha laundri masih sangat langka.
Barangkali karena tingkat kesejahteraan rata-rata orang tua mahasiswa jadul yang jauh lebih rendah dibanding sekarang, dulu tak ada yang namanya tempat kos mewah.
Sekarang, atau paling tidak sejak 10 tahun terakhir ini, banyak sekali apartemen di sekitar kampus yang menyasar para mahasiswa perantau.Â
Sebagian apartemen tersebut tergolong mewah. Masing-masing penyewa tinggal sendiri, mungkin jarang yang sharing dengan temannya.
Kalau pun kos-kosan biasa yang bukan apartemen, bangunannya dalam kondisi bagus. Uang kos rata-rata dibayar untuk 1 tahun ke depan.
Fasilitas yang disediakan relatif lengkap, ada yang pakai pendingin udara dan kamar mandi di dalam kamar. Perabot juga sudah tersedia.Â
Terlihat sekali motif bisnis para pemilik kos-kosan sekarang. Mereka berinvestasi secara besar-besaran dengan harapan menuai untung yang jauh lebih besar lagi.
Dan memang, kecuali saat pandemi lagi bergejolak pada 2020 dan 2021, usaha kos-kosan, terutama di sekitar kampus, memang sangat menguntungkan.
Zaman dulu, masih banyak ibu rumah tangga hanya menerima mahasiswa kos sekadar memanfaatkan kamar di rumahnya yang kosong.Â
Jadi, selain karena mendapat uang sewa, ibu rumah tangga tersebut juga punya misi sosial, membantu anak daerah yang kesulitan mencari tempat kos.