Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cuti Melahirkan 6 Bulan? Ubah Dulu Visi Misi Perusahaan

24 Juni 2022   06:30 Diperbarui: 25 Juni 2022   08:37 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan tentang cuti melahirkan bagi karyawati, baik yang bekerja di kantor pemerintah maupun di perusahaan swasta, ramai diberitakan karena akan mengalami perubahan. 

Selama ini cuti melahirkan tersebut berlangsung selama 3 bulan, nantinya direncanakan akan jauh lebih lama, yakni menjadi 6 bulan. 

Pada pola 3 bulan, biasanya seorang karyawati mengambil cuti saat 2 atau 3 hari sebelum melahirkan, dan ketika bayi sudah berusia 3 bulan baru masuk kantor lagi.

Seorang karyawati yang masih menyusukan anaknya, namun sudah mulai bekerja kembali di kantor, punya kendala untuk bisa memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya secara konsisten. 

Untungnya, sekarang sudah banyak kantor yang menyediakan ruang laktasi (nursery room). Di ruang ini, seorang ibu bisa dengan aman dan nyaman memerah ASI.

ASI tersebut dimasukkan dalam kantong khusus dan disimpan di freezer. Nantinya ASI tersebut bisa dikonsumsi oleh bayinya, setelah terlebih dahulu dipanaskan kembali.

Dulu, sebelum ada ruang laktasi, membuat ibu-ibu memerah ASI di ruang yang tak pantas, seperti di toilet atau di tangga darurat.

Kembali ke ketentuan cuti hamil, tentu perubahan itu akan terjadi bila pihak-pihak yang berwenang membuat ketentuan perundang-undangan telah menyepakati perubahan ketentuan cuti tersebut.

Sekadar berandai-andai saja. Anggaplah, ketetuan itu akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Rasanya, penerapannya di instansi pemerintah dan perusahaan milik negara/daerah, tidak akan menuai masalah.

Namun, di perusahaan swasta, diperkirakan tidak akan gampang menerima begitu saja ketentuan masa cuti melahirkan selama 6 bulan.

Memang, yang namanya undang-undang wajib dilakukan. Tapi, diperkirakan akan ada upaya perlawanan misalnya dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Soalnya, visi dan misi kebanyakan perusahaan sudah sangat jelas, yakni mencari keuntungan secara finansial yang tergambar dari laporan keuangan perusahaan.

Makanya, ukuran kesuksesan perusahaan, lebih banyak dilihat dari laba yang dicetaknya, yang ditargetkan selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam hal ini, dapat ditafsirkan bahwa kepentingan pemegang saham dan manajemen puncak lebih besar bobotnya ketimbang kepentingan lain, termasuk kepentingan karyawan.

Bukan berarti perusahaan tidak mau tahu dengan soal kesehatan masyarakat pada umunya, atau kesehatan karyawan pada khususnya.

Tapi, untuk kepedulian pada kesehatan masyarakat, pos-nya sudah ditetapkan, yakni dari aktivitas corporate social resposibility (CSR).

Sedangkan kepedulian pada kesehatan karyawan, antara lain dengan mengikutsertakan semua karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Iuran BPJS tersebut menjadi beban kantor.

Adapun soal cuti melahirkan dilakukan selama 6 bulan, besar kemungkinan dilihat sebagai sesuatu yang berlebihan oleh pihak manajemen perusahaan.

Gaji karyawati yang cuti yang tetap dibayar, sementara di pihak lain perusahaan harus mencari tenaga pengganti serta melatihnya, secara finansial akan merugikan perusahaan.

Namun, ceritanya bisa lain, bila perusahaan dengan sadar mengubah visi dan misinya. Visi misi baru harus lebih seimbang dalam memperlakukan semua elemen stakeholder-nya. 

Bukankah para karyawan, seperti halnya manajemen, pemegang saham, pelanggan, pemasok, dan pihak-pihak terkait lainnya, merupakan stakeholder?

Oleh karena itu, kenyamanan karyawan, termasuk kesehatan semua anggota keluarganya, menjadi hal penting. Jika karyawan nyaman, mereka akan loyal dan akan lebih banyak lagi berkontribusi bagi perusahaan.

Ini masalah titik pandang saja. Jangan anggap karyawan itu sebagai beban, tapi pandanglah sebagai aset yang akan memberikan kontribusinya selama jangka waktu yang panjang.

Kondisi yang membuat karyawan menjadi happy, akan dibalas oleh karyawan dengan bekerja sepenuh hati. Ujung-ujungnya kinerja perusahaan akan meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun