"Sihir" sepak bola juga membuat hal yang kurang masuk akal, selalu ada orang-orang super kaya atau crazy rich yang nekat menghabiskan uang demikian besar untuk memiliki klub.
Mungkin jumlah yang dikeluarkan Raffi Ahmad agar punya klub RANS FC belum terlalu mencengangkan.
Namun, harga akuisisi klub-klub di Eropa sungguh gila-gilaan. Ditambah lagi harga kontrak pemain bintang yang melangit.
Bisa jadi kebanggaan punya klub sepak bola profesional yang terkenal merupakan sensasi yang tak ternilai.
Kebetulan, dunia yang dikuasai sistem ekonomi yang lebih mengarah ke sistem kapitalis, sering memunculkan segelintir orang yang sangat mendominasi dalam persaingan merebut pasar.
Jadi, bagi orang yang punya dana melimpah ruah, tentu tak ada masalah untuk mengakuisisi klub yang diincarnya.
Hanya saja, kadang-kadang tergelitik juga pertanyaan, apakah ada klub bola yang dijadikan tempat pencucian uang yang didapat dari hasil korupsi atau bisnis ilegal?
Kalau memang ada, tentu menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan.
Jika tidak atau belum ada, menjadi tantangan juga bagaimana memagarinya dengan berbagi upaya preventif agar sepak bola tidak disusupi praktik pencucian uang.
Pencucian uang atau tidak, di negara kita belum lama ini ada berita klub Liga 1 yang mendapat sponsor yang diduga berkaitan dengan pengelola judi online.
Sedangkan di Eropa, seperti ditulis Kumparan.com (19/7/2020), sepak bola kerap menjadi lahan bagi banyak pengusaha sebagai moda pencucian uang.