Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada "Koalisi" dalam Koalisi dan Kabinet Zaken Makin Menjauh

16 Juni 2022   17:08 Diperbarui: 16 Juni 2022   17:11 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Parpol anggota Koalisi Indonesia Bersatu yang semuanya juga menteri di kabinet sekarang|dok. Istimewa, dimuat sindonews.com

Sudah lama dirumorkan, akhirnya reshuffle kabinet 2022 terjadi juga pada Rabu (15/6/2022) kemarin. Tentu, harapan masyarakat jika terjadi pergantian menteri, akan meningkatkan kinerja pemerintahan.

Soalnya, Presiden Joko Widodo harus berpacu dengan waktu. Kesempatan yang ada, sekitar 2 tahun yang tersisa di masa kepemimpinan Jokowi periode kedua (dan sekaligus periode terakhir), relatif pendek.

Masalahnya, diakui atau tidak, akhir-akhir ini beberapa menteri dinilai sibuk melakukan pencitraan yang diduga sebagai tindakan mencuri start untuk menaikkan tingkat elektabilitasnya menuju Pilpres 2024.

Maka, tak heran jika ada pengamat yang menganggap menteri-menteri tersebut sibuk melakukan "kampanye" terselubung. Ada juga yang aktif menemui sejumlah tokoh panutan masyarakat seperti kiai tertentu yang karismatik.

Bisa juga para menteri yang sekaligus ketua umum partai politik (parpol) bertemu dengan ketua parpol lain, baik yang sama-sama anggota kabinet, atau yang di luar kabinet.

Sejumlah menteri disebut-sebut berminat jadi capres atau cawapres dan masuk radar survei elektabilitas dari sejumlah lembaga yang berpengalaman melakukan survei. 

Namun demikian, karena secara resmi belum ada yang menjadi calon presiden, berarti semua menteri yang disebut-sebut itu berstatus masih sebatas balon (bakal calon).

Berdasarkan data terbaru, balonpres yang elektabilitasnya relatif tinggi dan menduduki 3 besar adalah Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan) dan Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta).

Hasil di atas diungkap oleh lembaga survei Charta Politika Indonesia yang dimuat Detik.com (13/6/2022). Ganjar, Prabowo dan Anies masing-masing meraih elektabilitas sebesar 36,5 persen, 26,7 persen dan 24,9 persen.

Adapun balonpres lain tidak ada yang meraih di atas 10 persen. Balonpres yang menjadi menteri saat ini, selain Probowo adalah Menteri Parekraf Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menteri yang elektabilitasnya rendah, namun punya posisi sebagai ketua umum parpol, mungkin harus ikhlas dipasang sebagai cawapres dari capres yang punya elektabilitas bagus, seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Kembali ke soal reshuffle, menteri yang jadi ketua umum partai sekarang jadi bertambah. Sebelumnya ada 3 orang, yakni Prabowo (Gerindra), Airlangga Hartarto (Golkar), dan Suharso Monoarfa (PPP).

Sekarang bertambah dengan adanya Zulkifli Hasan (PAN). Hebatnya, semua ketua umum parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) terhimpun dalam kabinet hasil reshuffle.

Semakin dapat dibaca bahwa Presiden Joko Widodo "dekat" dengan KIB. Nah, jika Presiden juga dekat dengan Ganjar Pranowo, siapa tahu, KIB akan mengusung Ganjar-Airlangga?

Bahkan, ada pengamat yang berpendapat bahwa Joko Widodo lah menjadi "kingmaker", figur di balik layar KIB. Hanya saja, ini bersifat dugaan dan susah dibuktikan.

Tapi, secara logika, wajar saja Joko Widodo berkeinginan agar presiden mendatang adalah figur yang beliau percaya mampu melanjutkan proyek-proyek jangka panjang yang telah dimulainya.

Di antara sejumlah proyek tersebut, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke kota baru yang dinamakan Nusantara dan berlokasi di Kalimantan Timur, menjadi salah satu yang terpenting.

Jika Presiden Jokowi memang merestui KIB, publik mungkin bertanya-tanya, bukankah pemerintahan sekarang juga hasil koalisi? Dengan adanya KIB, berarti ada "koalisi" dalam koalisi. 

Akhirnya, pertanyaan besarnya adalah, apakah resuffle kemarin bertujuan untuk memperbaiki kinerja pemerintahan atau justru memperkuat posisi politik?

Selain itu, perlu juga dikritisi tentang keberadaan wakil menteri yang juga mengakomodir pengurus partai, antara lain dari PSI dan PBB. 

Apakah hal itu sebagai "balas budi" semata, karena selama ini hasil kerja wakil menteri tidak banyak diketahui masyarakat. Sehingga, dikhawatirkan hanya menambah beban anggaran untuk gaji dan fasilitas sang wakil menteri.

Hasil reshuffle kemarin, 3 dari 5 menteri dan wakil menteri yang dilantik, berlatar belakang parpol. Bisa ditafsirkan, kabinet zaken semakin jauh dari harapan.

Seperti diketahui, kabinet zaken adalah suatu kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi dari partai politik tertentu.

Ya, mudah-mudahan saja, para menteri yang berlatar belakang parpol mampu membuktikan keahliannya dengan kinerja yang gemilang.

. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun