Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pekerja Outsourcing Itu Aset Perusahaan atau Beban?

13 Juni 2022   07:38 Diperbarui: 13 Juni 2022   21:45 2371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Outsourcing adalah metode perekrutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. (sumber: freepik.com via kompas.com)

Sebetulnya, paradigma bahwa sumber daya manusia (SDM) dipandang sebagai aset dari perusahaan yang mempekerjakannya, sudah cukup lama didengungkan.

Mari kita lihat terlebih dahulu apa itu aset dan apa itu beban dalam terminologi akuntansi. Jika perusahaan membeli mesin untuk menghasilkan produk yang akan dijual, jelas bahwa perusahaan harus mengeluarkan uang terlebih dahulu.

Nah, terhadap pengeluaran tersebut, ada dua konsep, yakni apakah pengeluaran dalam rangka mendapatkan aset atau pengeluaran yang semata-mata menjadi beban perusahaan.

Karena mesin merupakan alat yang dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang dan berpotensi untuk mendatangkan penghasilan dari produk yang dihasilkan mesin tersebut, maka mesin tersebut termasuk aset perusahaan.

Tapi, pengeluaran perusahaan untuk biaya listrik saat mengoperasikan mesin, merupakan beban karena langsung habis dipakai di saat tersebut. Demikian juga biaya bahan bakar untuk menjalankan mesin itu.

Sekarang kita kembali ke SDM. Meskipun awalnya perusahaan mengeluarkan biaya untuk merekrut dan melatih, namun nantinya SDM tersebut diharapkan akan bekerja dengan baik sehingga mendatangkan penghasilan bagi perusahaan.

Di sinilah praktik akuntansi masih mengandung dualisme. Standar akuntansi konvensional hingga saat ini masih mencatat semua pengeluaran untuk SDM pada kelompok beban atau biaya.

Namun, dalam analisis internal manajemen, pengeluaran untuk SDM bisa dipecah dua. Gaji dan bonus bisa dinilai sebagai beban perusahaan, tapi biaya pendidikan dan pelatihan sebetulnya investasi bagi perusahaan.

Sedangkan investasi itu sendiri merupakan bagian dari aset. Bukankah dengan pendidikan dan pelatihan tersebut, diharapkan akan menambah skill SDM dan pada gilirannya berdampak positif bagi perusahaan?

Bahkan, perusahaan yang mapan, baik BUMN maupun milik swasta, tak segan-segan membiayai karyawannya yang potensial untuk dikirim mengikuti kuliah S-2 atau S-3 di luar negeri.

Tentu, sebelum karyawannya kuliah di luar negeri, terlebih dahulu menandatangani kontrak. Isi kontrak tersebut adalah bersedia bekerja selama jangka waktu tertentu di perusahaan yang membiayai kuliahnya setelah studinya selesai.

Ilustrasi dok. majalahfranchise.com
Ilustrasi dok. majalahfranchise.com

Jelas bukan, kenapa SDM itu merupakan investasi atau aset. Sayangnya, sekarang ini SDM di negara kita terbelah dua, yakni karyawan tetap dan tenaga outsourcing.

Tenaga outsourcing biasanya disediakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat administratif atau yang membutuhkan pekerjaan fisik. Bisa juga untuk pekerjaan yang bersifat monoton (berulang-ulang melakukan hal yang sama).

Contohnya adalah petugas pengarsip surat, teknisi mesin kantor, tenaga sekuriti, pengemudi, cleaning service, office boy, penerima telpon, dan sebagainya.

Pekerja outsourcing tersebut disuplai oleh perusahaan penyedia tenaga kerja. Perusahaan penggunanya akan membayar secara gelondongan (misalnya menggunakan 20 orang tenaga outsourcing) kepada pihak penyuplai tenaga kerja.

Sedangkan gaji tenaga outsourcing secara individual dibayar oleh perusahaan penyuplai tenaga kerja itu tadi. 

Jadi, bagi tenaga outsourcing yang bekerja di bank, gajinya bukan dibayar oleh bank, melainkan oleh perusahaan yang mengirimkannya ke bank.

Selain soal gaji, beda paling nyata antara outsourcing dengan karyawan lain adalah statusnya yang dikontrak untuk 1 tahun atau 2 tahun, meskipun dapat diperpanjang kembali.

Kembali ke soal SDM sebagai aset, tampaknya hanya berlaku bagi karyawan tetap. Adapun tenaga outsourcing, agaknya masih dilihat sebagai beban.

Semoga nantinya, tenaga outsorucing memperoleh pengembangan karir yang baik, tidak mengerjakan hal yang sama terus menerus. Untuk itu, tenaga outsourcing perlu diperlakukan sebagai aset.

Sekarang bukan tidak ada pelatihan bagi tenaga outsourcing. Tapi, hanya khusus untuk satu bidang saja. Misalnya, tenaga sekuriti dilatih soal sekuriti saja.

Padahal, jika seorang tenaga sekuriti punya potensi, bisa saja mengurus soal lain yang sifatnya lebih membutuhkan pemikiran analitis yang berkaitan dengan pengamanan aset perusahaan.

Seorang juru ketik pun bisa berkembang menjadi penulis konsep, karena dari apa yang diketiknya, ia bisa belajar tentang berbagai materi. Jadi, pada dasarnya semua SDM bisa menjadi aset, karena bisa dikembangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun