Tentu, sebelum karyawannya kuliah di luar negeri, terlebih dahulu menandatangani kontrak. Isi kontrak tersebut adalah bersedia bekerja selama jangka waktu tertentu di perusahaan yang membiayai kuliahnya setelah studinya selesai.
Jelas bukan, kenapa SDM itu merupakan investasi atau aset. Sayangnya, sekarang ini SDM di negara kita terbelah dua, yakni karyawan tetap dan tenaga outsourcing.
Tenaga outsourcing biasanya disediakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat administratif atau yang membutuhkan pekerjaan fisik. Bisa juga untuk pekerjaan yang bersifat monoton (berulang-ulang melakukan hal yang sama).
Contohnya adalah petugas pengarsip surat, teknisi mesin kantor, tenaga sekuriti, pengemudi, cleaning service, office boy, penerima telpon, dan sebagainya.
Pekerja outsourcing tersebut disuplai oleh perusahaan penyedia tenaga kerja. Perusahaan penggunanya akan membayar secara gelondongan (misalnya menggunakan 20 orang tenaga outsourcing) kepada pihak penyuplai tenaga kerja.
Sedangkan gaji tenaga outsourcing secara individual dibayar oleh perusahaan penyuplai tenaga kerja itu tadi.Â
Jadi, bagi tenaga outsourcing yang bekerja di bank, gajinya bukan dibayar oleh bank, melainkan oleh perusahaan yang mengirimkannya ke bank.
Selain soal gaji, beda paling nyata antara outsourcing dengan karyawan lain adalah statusnya yang dikontrak untuk 1 tahun atau 2 tahun, meskipun dapat diperpanjang kembali.
Kembali ke soal SDM sebagai aset, tampaknya hanya berlaku bagi karyawan tetap. Adapun tenaga outsourcing, agaknya masih dilihat sebagai beban.
Semoga nantinya, tenaga outsorucing memperoleh pengembangan karir yang baik, tidak mengerjakan hal yang sama terus menerus. Untuk itu, tenaga outsourcing perlu diperlakukan sebagai aset.