Warga Muhammadiyah, meskipun punya PAN yang kelahirannya dibidani oleh Amien Rais (mantan Ketua Umum Muhammadiyah), banyak juga ternyata yang memilih PKS ketimbang PAN.
Jelaslah, kenapa duet PKB-PKS bisa disebut saling melengkapi. Berbeda misalnya, bila PKB duet dengan PPP, hanya sama-sama memperebutkan massa NU.
Namun demikian, ada masalah yang tidak bisa dianggap eneteng. Di tingkat akar rumput, massa kedua partai terkesan tidak kompak, tidak klop chemistry-nya.
Justru, diduga massa PKB merasa lebih akrab dengan massa PDIP ketimbang massa PKS. Soalnya, PKB memang lebih menekankan pada aspek pluralitas, menerima konsep "Islam Nusantara" yang menghargai  tradisi dan budaya di tanah air.
Sedangkan PKS, diakui atau tidak, citranya lebih berbau "Timur Tengah", meskipun sekarang para pimpinan PKS mencoba berpakaian kasual dan mencoba mendekati anak muda perkotaan.
Semoga saja, masing-masing pengurus partai mampu mengkomunikasikan kebijakannya (kalau terbentuk koalisi PKB-PKS) kepada massanya, agar tidak terjadi gesekan.
Memang, bagi PKB relatif sulit memilih-milih mitra koalisi, karena PKB sedikit terlambat bergerak, setelah terbentuk koalisi Golkar-PAN-PPP.
Di lain pihak, PKB sudah "kebelet" agar sang ketua umum, Muhaimin Iskandar, paling tidak pada 2024 bisa menjadi wakil presiden.Â
Pertanyaanya, siapakah pasangan capres-cawapres yang akan diusung bila terbentuk koalisi PKB-PKS ? Apakah Anies Baswedan-Muhaiman Iskandar?
Tapi perlu pula diingat, jika hanya PKB-PKS yang bergabung, jumlah suaranya pada pemilu lalu, atau jumlah kursinya di DPR, belum mencukupi untuk mengusung capres.
Masih butuh paling tidak satu partai lagi yang mau diajak PKB dan PKS berkoalisi, agar bisa mengusung capres-cawapres.