Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kisah Sopir Dinas, Setiap Kontrak Mau Berakhir Merasa Cemas

11 Juni 2022   17:01 Diperbarui: 11 Juni 2022   17:07 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mobil dinas yang menjadi pegangan sopir dinas|dok. tribunnews.com

Menjadi sopir (driver) agaknya bukan jenis pekerjaan yang diidamkan banyak orang, meskipun ketrampilan menyetir mobil dengan baik, relatif mudah dilakukan.

Tapi, dalam kondisi tidak gampang mendapatkan pekerjaan formal, seseorang yang menjadi sopir sebagai sumber penghasilan, tentu akan tetap bersyukur.

Profesi sopir sebetulnya termasuk penting mengingat keselamatan penumpang berada di bawah kendalinya. Bayangkan, sopir bus antar kota yang menempuh perjalanan jauh, tentu membutuhkan keahlian khusus.

Ada lagi sopir truk, sopir taksi, sopir angkot, dan sebagainya. Tulisan ini akan lebih fokus membahas sopir dinas di suatu kantor.

Sopir dinas itu sendiri ada dua kelompok, yakni sopir operasional yang melayani kebutuhan karyawan dan sopir pribadi pejabat di kantor tersebut. Nah, cerita tentang sopir pejabat inilah yang diangkat berikut ini.

Karena pejabat yang dilayani oleh sopir pribadi yang diceritakan di sini adalah kepala cabang sebuah BUMN, maka sopirnya berstatus pekerja outsourcing di BUMN tersebut.

Si sopir dikontrak untuk masa 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali, tergantung penilaian kepala cabang yang dilayaninya. Ada juga yang dikontrak untuk 1 tahun yang juga dapat diperpanjang setiap tahun.

Perlu diketahui, di BUMN tersebut, seorang kepala cabang sering dimutasikan ke kota lain. Rata-rata setelah menjabat selama 2 tahun, kepala cabang akan diganti.

Kepala cabang yang baik hati sering memberi uang tip kepada sopirnya, sehingga si sopir selain mendapat gaji dari kantor, juga punya penghasilan ekstra dari bosnya.

Tapi, kalau dapat bos yang pelit, si sopir akan menderita. Soalnya, jam kerja sopir kepala cabang bisa dari subuh hingga tengah malam, dan tidak mengenal hari libur.

Bayangkan, kalau si bos sudah mengagendakan main golf dengan rekan bisnisnya jam 6 pagi, artinya saat subuh si sopir sudah stand by di rumah bos.

Lalu, pada malamnya bisa saja si bos punya acara dengan pejabat pemerintah atau eksekutif perusahaan yang menjadi mitra kerjanya.

Bahkan, kalau si bos punya agenda acara keluarga atau acara dengan teman-temannya di akhir pekan, biasanya si sopir pun diminta mengantarkan.

Terkadang, si sopir juga mengantar istri bos atau anak bos, yang sebetulnya sudah di luar job description-nya. Tapi, si sopir tak punya daya untuk menolak, daripada nanti kontraknya tidak diperpanjang.

Bukan hanya tidak diperpanjang, sewaktu-waktu si bos bisa mengembalikan si sopir ke perusahaan outsourcing yang menyuplai tenaga kerja ke BUMN tersebut, dalam arti minta dikirimkan sopir pengganti.

Memang ada uang lembur dari kantor, jika bekerja di luar jam kerja normal atau bekerja pada hari libur. Tapi, bagi tenaga outsourcing, tarif lembur relatif rendah. 

Makanya, pekerja outsourcing seperti pengemudi, tenaga keamanan, cleaning service, office boy, berharap dapat tip pada saat tertentu.

Bagi office boy, jika ada karyawan yang memintanya membelikan makanan, ini menjadi kegembiraan tersendiri karena biasanya diberi "uang jalan".

Nah, ada seorang sopir kepala cabang sebuah BUMN di kota P yang selama ini posisinya tak tergantikan meskipun kepala cabangnya sudah berganti berkali-kali. Sebut saja namanya Salim.

Biasanya, jika ada pergantian kepala cabang, sesama sopir dinas (sopir kepala cabang yang lama dan beberapa sopir operasional) akan bersaing untuk menjadi sopir kepala cabang yang baru.

Tapi, bila sopir yang lama seperti Salim yang  berperilaku sopan dan cara membawa mobilnya membuat penumpangnya nyaman, tentu kepala cabang baru tetap akan memakainya.

Namun, suatu kali, kepala cabang baru termakan oleh cerita saingannya yang menjelek-jelekkan Salim. Salim pun digeser menjadi sopir operasional dan dilakoninya dengan ikhlas.

Yang jadi masalah, ketika kontrak berakhir, ternyata sebagai sopir operasional pun Salim tidak diperpanjang. Kasihan sekali, Salim akhirnya menjadi sopir angkot yang sekarang kalah bersaing dengan ojek online.

Jadi, jangan kira politicking atau intrik di kantor hanya permainan para pejabat, para sopir pun juga mampu memainkannya.

Begitulah, ketika hingga tahun 90-an belum dikenal pola outsourcing, di BUMN tersebut semua pengemudi yang telah melewati masa percobaan (1 tahun), diangkat menjadi pegawai tetap, meskipun dengan kepangkatan terendah.

Kemudian, dengan pola outsourcing, ada kecemasan setiap kontrak mau berakhir, apakah kontraknya akan diperpanjang atau tidak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun