Di lain pihak, pendapatan masyarakat tidak meningkat, sehingga bisa diartikan bahwa dengan inflasi tersebut membuat daya beli masyarakat menurun.
Menurut data terbaru, pada akhir Juni 2022, inflasi di Indonesia tercatat sebesar 4,35 persen secara year-on-year, maksudnya dihitung selama setahun terakhir dari Juni 2021 hingga Juni 2022.
Data tersebut memperlihatkan peningkatan karena pada Mei 2022 secara year-on-year inflasi di negara kita berada di level 3,55 persen.
Kita pantas khawatir mengingat angka 4,35 persen di atas adalah yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir atau dihitung sejak Juni 2017.
Tidak hanya Menkeu yang menyampaikan peringatan soal "hantu" inflasi. Hal yang sama sudah diingatkan oleh Bank Dunia karena ekonomi global memang dikhawatirkan "diserang" oleh stagflasi.
Dalam kondisi stagflasi, tidak hanya ibu rumah tangga yang menjerit. Bapak-bapaknya juga ikut menjerit karena banyak yang terkena PHK massal.
Makanya, stagflasi memberi dua kali pukulan beruntun, yakni kenaikan harga barang dan turunnya penghasilan masyarakat. Tak heran, kesulitan hidup makin menjadi-jadi saat stagflasi.
Ironisnya, stagflasi yang secara global sudah di depan mata kita, justru saat semua negara berharap terjadi pemulihan ekonomi pada periode transisi dari pandemi ke endemi sekarang ini.
Proyeksi terbaru dari Bank Dunia (Juni 2022), memangkas drastis pertumbuhan global dari angka 4,1 persen pada proyeksi sebelumnya menjadi 2,9 persen.
Perlu diketahui, pertumbuhan ekonomi global pada 2021 lalu tercatat 5,7 persen. Jadi, proyeksi sebelumnya sebesar 4,1 persen untuk 2022 sudah memperhitungkan dampak perang Rusia-Ukraina.