Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hedonic Treadmill, Ketika Pejabat Bergaji Tinggi Tergoda Korupsi

1 November 2022   04:05 Diperbarui: 1 November 2022   04:12 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. branchesproductivity.com

Menurut prediksi pengamat ekonomi, diperkirakan tahun depan kondisi Indonesia akan banyak terpengaruh oleh resesi yang melanda banyak negara maju.

Namun demikian, posisi saat ini boleh dikatakan lumayan baik. Meskipun inflasi di negara kita mengalami peningkatan, tapi juga diiringi oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan pencapaian sejumlah negara lain.

Yang jelas, secara kasat mata terlihat bahwa jalan raya di Jakarta kembali macet parah seperti sebelum pandemi. Mal-mal juga kembali dipenuhi pengunjung.

Hal itu menunjukkan terjadinya kegairahan masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 

Mereka kembali sibuk bekerja di kantor atau tempat lain yang bukan lagi bekerja dari rumah seperti saat pandemi.

Demikian pula konsumsi masyarakat kembali meningkat. Memang, mereka yang pesimis akan menunjukkan angka PHK yang bertambah selama pandemi yang lalu.

Tapi, selain banyak PHK, faktanya sebagian masyarakat masih punya daya beli yang kuat. Lihatlah inden pembelian mobil baru yang melonjak. 

Mereka yang pergi umroh membludak, begitu pula yang berwisata ke Turki, Dubai, Korea, Eropa, selain ke beberapa negara tetangga.

Untuk dalam negeri, kawasan wisata paling top di Indonesia, Bali, disesaki oleh wisatawan domestik yang bercampur dengan wisatawan mancanegara.

Konsumsi yang tinggi itu, jika dilihat oleh para produsen pemilik usaha, artinya irama kerja mereka mulai normal kembali, sehingga para karyawan berbagai perusahaan pun bergairah.

Kegairahan bekerja secara produktif, bagi yang bekerja di perusahaan yang reputasinya bagus, bisa berarti memberi peluang peningkatan karier bagi karyawan yang berhasil mencapai target.

Peningkatan karier tersebut lazimnya ditandai dengan adanya promosi jabatan atau kenaikan pangkat. Tentu, seiring dengan itu, gaji dan bonus juga meningkat.

Nah, bagi mereka yang beruntung mendapatkan kenaikan pendapatan, pantas untuk diingatkan agar tidak terjebak dengan pola hidup yang boros, sehingga terkena apa yang disebut dengan hedonic treadmill.

Hedonic treadmill adalah kecenderungan seseorang untuk tetap berada pada level kebahagiaan yang tidak berubah, meskipun sudah meraih kesuksesan menurut kacamata umum.

Contohnya, ketika seseorang berada pada posisi yang rendah di sebuah instansi atau perusahaan, level kebahagiaanya anggaplah sedang-sedang saja.

Nah, ketika orang tersebut naik jabatan, sehingga naik pula gajinya serta mendapat berbagai fasilitas, pada awalnya terjadi peningkatan kebahagiaan yang dirasakannya.

Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah itu, seiring dengan gaya hidupnya yang berubah dan pengeluarannya bertambah, level kebahagiaannya kembali sedang-sedang saja, persis seperti masih berpangkat rendah. 

Pengeluaran yang bertambah itulah yang secara matematis tidak membuat kesejahteraannya meningkat. Saolnya keinginannya semakin banyak.

Kalau dulu cukup menggunakan jam tangan murahan sebagai asesoris, sekarang harus yang bermerek. Asal tahu saja, jam tangan dengan merek terkenal yang orisinil, bisa berharga miliaran rupiah.

Kalau dulu cukup satu mobil untuk aktivitas sekeluarga, sekarang istri dan anak-anak yang sudah dewasa perlu pula dibelikan mobil.

Jika sebelumnya mentraktir teman cukup di restoran biasa, sekarang bila kongko-kongko dengan rekannya sesama pejabat atau relasi bisnisnya, harus di resto kelas atas dengan harga sangat mahal.

Jadi, ini bukan soal berapa uang yang harus dibelanjakan, tapi soal tuntutan gaya hidup level atas yang harus diikuti, agar diterima dengan baik dalam lingkup pergaulan sesama orang tajir.

Makanya, tak usah heran kenapa masih saja banyak pejabat yang terjerumus melakukan tindak pidana korupsi, meskipun gaji dan tunjangannya sudah tinggi.

Ini juga berlaku bagi yang bukan pegawai, katakanlah pelaku UMKM yang mendapat berkah dan usahanya mengalami kemajuan.

Banyak pengusaha yang kurang cermat menggunakan kelebihan uang yang diterima dari kenaikan omzet penjualan.

Uang tersebut tidak dipakai untuk mengembangkan usaha seperti membuka cabang baru, atau mengembangkan produk, tapi justru membeli sesuatu yang bisa dipamerkan sebagai pertanda orang sukses.

Misalnya, dengan membeli mobil sedan yang mewah. Padahal, kalau membeli kendaraan yang sekaligus bisa untuk operasional usaha, akan lebih baik.

Pesan moral dari tulisan ini, ketika kita memperoleh kenaikan penghasilan, boleh-boleh saja jika berbelanja semakin banyak dari sebelumnya.

Tapi, seharusnya, jumlah yang dapat disisihkan sebagai investasi, sebagai dana darurat dan untuk beramal, juga bertambah.

Jangan sampai kita ikut-ikutan berlomba pamer adu mewah dengan orang lain. Lomba seperti ini tidak bermanfaat.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun