Namun, secara kalkulasi bisnis, strategi bakar uang membuat persaingan sesama startup menjadi tidak sehat. Akibatnya, tentu sebagian bertumbangan yang berujung pada PHK massal.
Akhirnya, fenomena bubble burst (gelembung yang meletus) tak terhindarkan lagi, terutama bagi startup yang ikut-ikutan menggunakan strategi bakar uang, padahal tidak punya napas panjang.
Strategi bakar uang membutuhkan kesiapan dana yang memadai dalam jangka yang relatif panjang, bukan untuk  satu atau dua kali program promosi jangka pendek saja.
Masalahnya, ada anggapan bagi perusahan pendatang baru, jika tidak ikut-ikutan bakar uang, risikonya menjadi tidak dikenal konsumen.
Jadi, bisa dikatakan ibarat makan buah simalakama, membuat perusahaan startup dengan dana terbatas menjadi serba salah. Maju kena, mundur kena.
Jika melakukan bakar uang, bisa jadi uang ludes begitu saja tanpa menambah pelanggan secara signifikan. Tapi, jika tidak melakukan, ya itu tadi, tidak dilirik oleh calon pelanggan yang disasar.
Tampaknya, sudah saatnya pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan didukung oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), untuk mengatur dan mengawasi perusahaan stratup, agar tidak terlibat dalam persaingan yang tidak sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H