Sama halnya dengan pinjol, sebaiknya calon nasabah perlu mengecek terlebih dahulu apakah layanan paylater yang disediakan oleh penyedia aplikasi tertentu sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Memang, paylater hanya sebuah fitur layanan, bukan lembaga jasa keuangan seperti pinjol. Tapi, pihak yang menyediakan fitur tersebut tetap mendaftar ke OJK untuk memenuhi aspek legalitasnya.
Seperti telah disinggung sebelumnya, perlu sekali untuk selalu diingat bahwa paylater itu adalah utang. Maka, sebelum menggunakannya, kita harus mengetahui risiko dan bahayanya.
Risiko tersebut adalah terkena bunga yang makin lama makin besar karena terkena hitungan bunga berbunga. Bahkan, kemudian bisa pula terkena denda.
Akhirnya, utang bisa bertumpuk tanpa disadari. Akibatnya, penunggak paylater namanya akan masuk daftar hitam Bank Indonesia (BI), sehingga kalau mengajukan pinjaman ke bank akan ditolak.
Jadi, jangan buru-buru berbelanja dengan pola paylater. Jika sumber pelunasannya sudah kita pastikan ada, tidak ada masalah dengan menggunakan fasilitas paylater.
Tapi, itupun sebaiknya hanya untuk kebutuhan penting yang sangat mendesak, seperti membeli pulsa atau kuota internet untuk menunjang bisnis (bukan untuk main game online).
Bukan pula untuk membeli barang pemenuh hasrat penampilan gagah-gagahan atau untuk dipamerkan di media sosial.
Sama seperti pengguna kartu kredit, yang meskipun sudah punya uang di rekening tabungan, tapi adakalanya seseorang bisa saja memanfaatkan kartu kreditnya.
Namun, dengan catatan, sebelum jatuh tempo tagihan kartu kredit langsung dilunasi. Jika kartu kredit dibayar penuh sebelum jatuh tempo, tidak terkena bunga (namun tetap ada iuran tahunan).
Nah, demikian juga dengan paylater. Penggunanya sebaiknya memang yang sudah punya uang atau tabungan di bank. Sehingga, tagihan dari paylater sudah dibayar sebelum akhir bulan pembelian.