Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Paylater Itu Utang, Cermatlah Sebelum Menggunakannya

25 Mei 2022   09:14 Diperbarui: 25 Mei 2022   17:51 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi paylater. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Sekarang ini masyarakat seakan digiring untuk bergaya hidup konsumtif. Terlalu banyak godaan, sehingga seseorang yang semula tidak ada niat untuk berbelanja, bisa saja akhirnya membeli sesuatu.

Misalnya, ketika berselancar di dunia maya dengan membuka aplikasi media sosial tertentu, ada saja iklan atau testimoni dari seorang influencer yang mencuri perhatian.

Apalagi, kita tak harus punya uang untuk mendapatkan suatu barang. Cukup sambil rebahan, kita bisa menggunakan fasilitas paylater atau membayar belakangan yang sengaja difasilitasi oleh penyedia aplikasi tertentu.

Sebetulnya, hal itu sama saja dengan kita membeli barang secara kredit atau berutang. Hanya saja, saat berbelanja mungkin kita tidak menyadari konsekuensinya, malah merasa gembira seperti mendapat hadiah.

Penyedia paylater tersebut juga menerapakan strategi "jemput bola" dengan cukup aktif mengirimkan pesan yang merayu calon konsumen. 

Hanya dengan persyaratan yang sangat ringan, siapa yang tidak tergiur? Anak muda atau remaja yang aktif bermedia sosial menjadi sasaran utama paylater.

Bahkan, untuk menarik perhatian konsumen, harga barang bisa lebih murah bila dibeli dengan fasilitas paylater ketimbang dibayar tunai. Ini sesuatu yang diluar logika umum.

Dibandingkan dengan persyaratan mendapatkan kartu kredit, dan juga dibandingkan dengan pinaman online (pinjol), paylater lebih gampang. 

Namun, dilihat dari cara beroperasinya, ada kemiripan paylater dengan pinjol, karena sama-sama berbentuk aplikasi yang dapat diakses dari smartphone nasabah.

Bedanya dengan pinjol, paylater hanya untuk tujuan konsumtif, sedangkan pinjol bisa menyalurkan dana tunai yang dapat digunakan nasabah untuk konsumtif atau produktif.

Sama halnya dengan pinjol, sebaiknya calon nasabah perlu mengecek terlebih dahulu apakah layanan paylater yang disediakan oleh penyedia aplikasi tertentu sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Memang, paylater hanya sebuah fitur layanan, bukan lembaga jasa keuangan seperti pinjol. Tapi, pihak yang menyediakan fitur tersebut tetap mendaftar ke OJK untuk memenuhi aspek legalitasnya.

Seperti telah disinggung sebelumnya, perlu sekali untuk selalu diingat bahwa paylater itu adalah utang. Maka, sebelum menggunakannya, kita harus mengetahui risiko dan bahayanya.

Risiko tersebut adalah terkena bunga yang makin lama makin besar karena terkena hitungan bunga berbunga. Bahkan, kemudian bisa pula terkena denda.

Akhirnya, utang bisa bertumpuk tanpa disadari. Akibatnya, penunggak paylater namanya akan masuk daftar hitam Bank Indonesia (BI), sehingga kalau mengajukan pinjaman ke bank akan ditolak.

Jadi, jangan buru-buru berbelanja dengan pola paylater. Jika sumber pelunasannya sudah kita pastikan ada, tidak ada masalah dengan menggunakan fasilitas paylater.

Tapi, itupun sebaiknya hanya untuk kebutuhan penting yang sangat mendesak, seperti membeli pulsa atau kuota internet untuk menunjang bisnis (bukan untuk main game online).

Bukan pula untuk membeli barang pemenuh hasrat penampilan gagah-gagahan atau untuk dipamerkan di media sosial.

Sama seperti pengguna kartu kredit, yang meskipun sudah punya uang di rekening tabungan, tapi adakalanya seseorang bisa saja memanfaatkan kartu kreditnya.

Namun, dengan catatan, sebelum jatuh tempo tagihan kartu kredit langsung dilunasi. Jika kartu kredit dibayar penuh sebelum jatuh tempo, tidak terkena bunga (namun tetap ada iuran tahunan).

Nah, demikian juga dengan paylater. Penggunanya sebaiknya memang yang sudah punya uang atau tabungan di bank. Sehingga, tagihan dari paylater sudah dibayar sebelum akhir bulan pembelian.

Jika tidak, sudah pasti akan memberatkan, karena suku bunganya jauh lebih tinggi dari rata-rata suku bunga pinjaman di bank dan cara penagihannya pun adakalanya mengesalkan konsumen.

Kuncinya, peganglah nasehat orang tua kita yang tergambar dari pepatah, jangan "besar pasak daripada tiang". Artinya, cermatlah sebelum berbelanja atau sebelum berutang, ukurlah dengan kemampuan kita.

Jangan terpengaruh dengan gaya hidup teman-teman kita seperti yang mereka pamerkan di media sosial. Mungkin kemampuannya memang lebih tinggi dan kita tidak perlu minder.

Jika nafsu untuk berbelanja demikian besarnya, jadikan sebagai cambuk untuk bekerja lebih giat. Setelah penghasilan kita meningkat, silakan membeli barang yang diimpikan.

Ilustrasi Paylater | Dok. idxchannel.com
Ilustrasi Paylater | Dok. idxchannel.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun