Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bolehkah Memberi Zakat kepada Korban KDRT?

6 Mei 2022   17:46 Diperbarui: 6 Mei 2022   17:48 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korban KDRT|dok. iStockphoto, dimuat tirto.id

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin banyak terjadi kalau kita mengikuti dari pemberitaan di media massa. Yang menjadi korban biasanya adalah istri dan juga anak-anak. 

Selain itu, korban bisa juga belum berstatus sebagai istri karena masih dalam tahap pacaran atau selingkuhan dengan lelaki pelaku KDRT.

Asisten rumah tangga (ART) yang bekerja untuk pasangan yang sering cekcok, bisa pula menjadi korban KDRT.

Adapun faktor penyebab meningkatnya KDRT diduga ada kaitannya dengan pandemi yang melanda negara kita sejak awal tahun 2020 yang lalu.

Himpitan ekonomi sebagai dampak pandemi bisa berlanjut dengan tekanan psikologis. Hal ini menjadi pemicu sehingga seorang kepala keluarga bisa kalap, kehilangan akal sehat dan melakukan KDRT.

KDRT tersebut bisa berbentuk kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.

Tirto.id (5/3/2021) memberitakan bahwa selama 2020 tercatat 299.911 peristiwa kekerasan terhadap perempuan yang didominasi oleh KDRT. 

Adakalanya, nasib korban KDRT sungguh mengenaskan karena dalam posisi yang serba salah. Jika didiamkan, pelaku KDRT akan diuntungkan dan bisa jadi si pelaku akan mengulang kembali perbuatannya.

Namun, jika dilaporkan kepihak yang berwajib, si korban mungkin tidak kuat mental menceritakan kisah yang dialaminya secara kronologis dan rinci. 

Perlu pula diperhatikan, jangan sampai korban merasa dikucilkan oleh masyarakat yang mengenalnya. Dalam hal ini, pendampingan dari orang-orang yang kompeten menangani korban KDRT sangat diperlukan.

Ada korban yang diamankan di semacam rumah singgah yang dikelola lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memang fokus untuk mendampingi korban KDRT.

Permasalahan terbesar adalah LSM tersebut biasanya punya dana yang sangat minim. Selama ini tidak banyak donatur yang tertarik membantu korban KDRT.

Di lain pihak, kita punya yang namanya lembaga amil zakat. Pertanyaannya, bolehkan lembaga amil zakat menyalurkan zakat kepada korban KDRT?

Memang, dalam agama Islam, ada 8 golongan yang berhak mendapat zakat, dan tentu tidak disebutkan secara spesifik tentang korban KDRT sebagai golongan yang berhak menerima.

Delapan golongan tersebut seperti ditulis oleh indonesiabaik.id, terdiri dari kelompok-kelompok berikut ini.

Pertama, orang fakir, yakni orang yang mempunyai harta, tapi sangat sedikit. Orang ini tidak punya penghasilan, sehingga jarang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.

Kedua, orang miskin, yakni yang penghasilan sehari-harinya hanya cukup untuk memenuhi makan dan minum, tidak lebih dari itu.

Ketiga, amil, yakni orang-orang yang mengurus zakat, mulai dari penerimaan zakat hingga menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan.

Keempat, mualaf, yakni orang yang baru masuk Islam agar semakin mantap meyakini Islam sebagai agamanya.

Kelima, riqab atau memerdekakan budak. Ini terjadi di zaman dulu, di mana zakat bisa digunakan untuk membayar atau menebus para budak agar mereka dimerdekakan. Orang yang memerdekakan budak juga berhak menerima zakat.

Keenam, gharim atau orang yang memiliki utang. Namun, mereka yang berutang untuk kepentingan maksiat seperti berjudi atau memulai bisnis lalu bangkrut, haknya menerima zakat akan gugur.

Ketujuh, fi sabilillah, yakni segala sesuatu yang bertujuan untuk kepentingan di jalan Allah. Misalnya, untuk pengembangan pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah diniyah, dan masih banyak lagi.

Kedelapan, ibnu sabil atau disebut juga musafir, yakni orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan.

Nah, sekarang tinggal soal penafsiran. Jika anak-anak korban KDRT kehilangan ibunya yang tewas akibat KDRT, si anak menjadi anak piatu. Tapi, piatu tidak termasuk 8 golongan di atas.

Namun, mengingat si anak perlu biaya pendidikan dan pemulihan kesehatan mental, bukankah itu termasuk golongan fi sabilillah?

Isrti korban KDRT biasanya tidak punya penghasilan dan secara mental membutuhkan pemulihan agar mampu mencari nafkah. Bukankah ia berhak menerima zakat sebagai orang fakir atau orang miskin?

Seperti diketahui, potensi zakat mal (zakat atas kepemilikan harta) di Indonesia sangat besar. Sayangnya, yang berhasil dikumpulkan dan disalurkan lembaga amil zakat masih sangat sedikit.

Kita berharap akan muncul upaya terobosan oleh pihak yang terkait dengan penyaluran zakat, sehingga korban KDRT bisa terbantu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun