Kedelapan, ibnu sabil atau disebut juga musafir, yakni orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan.
Nah, sekarang tinggal soal penafsiran. Jika anak-anak korban KDRT kehilangan ibunya yang tewas akibat KDRT, si anak menjadi anak piatu. Tapi, piatu tidak termasuk 8 golongan di atas.
Namun, mengingat si anak perlu biaya pendidikan dan pemulihan kesehatan mental, bukankah itu termasuk golongan fi sabilillah?
Isrti korban KDRT biasanya tidak punya penghasilan dan secara mental membutuhkan pemulihan agar mampu mencari nafkah. Bukankah ia berhak menerima zakat sebagai orang fakir atau orang miskin?
Seperti diketahui, potensi zakat mal (zakat atas kepemilikan harta) di Indonesia sangat besar. Sayangnya, yang berhasil dikumpulkan dan disalurkan lembaga amil zakat masih sangat sedikit.
Kita berharap akan muncul upaya terobosan oleh pihak yang terkait dengan penyaluran zakat, sehingga korban KDRT bisa terbantu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H