Atau, kalaupun berangkat pada Jumat (6/5/2022) sebaiknya di pagi hari. Setelah salat Jumat, diperkirakan arus balik sudah mulai padat.
Namun, jika ada pemudik yang dari atasannya mendapat cuti tambahan, atau yang bekerja di sektor informal, bisa pula memilih balik setelah tanggal 8 Mei 2022, ketika puncak arus balik sudah terlewati.
Tapi, imbauan Presiden diperkirakan mungkin agak sulit dipenuhi para pemudik. Sepertinya sudah tradisi banyak pemudik untuk balik ke kota perantauan pada saat mepet, dan sudah siap mental terkena macet.
Para pemudik masih ingin berlama-lama di kampung halamannya, karena seminggu di sana belum semua sanak famili dan tempat-tempat wisata terkunjungi.
Ingat, pada libur lebaran, kemacetan di Jakata dan sekitarnya serta kota-kota besar lainnya, pindah ke daerah yang menjadi kampung halaman para pemudik.
Sebagai contoh, di kampung halaman saya, Sumbar, sudah terkenal dengan kemacetan parah di jalan-jalan utama selama libur lebaran.Â
Hal itu sudah berlangsung sejak belasan tahun lalu, ketika warga yang tinggal di kampung semakin banyak yang memiliki kendaraan roda empat.
Demikian pula para perantau, lebih suka membawa mobil sendiri atau mobil yang disewanya untuk mudik ke kampung halalan.
Pada hari biasa, kendaraan yang bersliweran di Sumbar hanya didominasi oleh kendaraan bernomor polisi BA (kendaraan asal Sumbar) dan BM (Riau).
Tapi, di saat lebaran, plat B (Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang), F (Bogor), D (Bandung), BK (Medan), BH (Jambi) dan BG (Palembang) cukup banyak.Â
Bahkan, seperti yang saya singgung di awal tulisan ini, teman saya membawa mobilnya sendiri berplat L (Surabaya).