Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi Melayat di Sumbar, Tak Ada Bendera Kuning dan Kotak Uang

28 April 2022   05:40 Diperbarui: 28 April 2022   05:52 3835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak juga para tetangga dan sahabat yang datang melayat dua kali. Pada hari pemakaman disebut sebagai datang "takajuik" (kaget). Artinya, orang yang medengar berita akan buru-buru pergi melayat.

Kemudian, biasanya pada keesokan hari atau 2 hari setelah pemakaman, mereka datang lagi dalam suasana yang lebih santai untuk ngobrol-ngobrol dengan tuan rumah. 

Pada kedatagan yang kedua tersebut, biasanya ibu-ibu akan membawa beras sebagai "sumbangan" buat tuan rumah yang lagi berduka.

Seperti yang saya lihat, pada Sabtu (23/4) tamu datang silih berganti dari pagi hingga sore, baik tetangga, sahabat almarhumah, maupun sahabat adik-adik dan anak-anak almarhumah. 

Bahkan, satu rombongan belum pulang, datang lagi rombongan baru. Akibatnya, dari pihak tuan rumah berbagi tugas, ada yang menemani ngobrol rombongan A, ada pula yang ngobrol dengan rombongan B.

Ada rombongan yang kecil yang hanya terdiri dari suami istri, tapi ada juga yang belasan orang seperti kelompok pengajian ibu-ibu di lingkungan dekat rumah kakak saya.

Sedangkan topik obrolan biasanya tentang kenangan para tamu dengan almarhumah. Tapi, juga bisa melebar ke topik lain seperti pekerjaan anak-anak almarhumah dan sebagainya

Ada yang menarik perhatian saya, saat ini wadah tempat beras yang dibawa ibu-ibu itu tidak lagi piring yang dibungkus saputangan seperti waktu dulu.

Selain piring, dulu juga lazim memakai wadah anyaman dari bambu yang oleh orang Minang disebut "kambuik" atau "kampih". Orang Jawa menyebutnya "tenong" atau tenongan.

Nah, yang saya lihat sekarang, "kambuik" tersebut telah berubah penampilannya dengan wajah kekinian yang artistik, seperti terlihat pada foto di atas.

Sepertinya kambuik kekinian tersebut lagi naik daun, karena boleh dikatakan hampir semua ibu-ibu menggunakannya sebagai wadah tempat beras. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun