Bagi mereka yang aktif bermedia sosial, tentu tidak asing lagi dengan istilah "flexing". Istilah ini sebetulnya berasal dari bahasa gaul kalangan ras kulit hitam untuk menunjukkan keberanian atau pamer sejak tahun 1990-an, seperti ditulis oleh laman dictionary.com.
Dalam konteks media sosial, maka flexing adalah tindakan memamerkan kekayaan atau keberhasilan seseorang di media sosial. Hal ini sekarang menjadi sesuatu yang sangat lumrah.
Tanggapan orang lain atas flexing, tentu saja bermacam-macam. Ada yang berdecak kagum, ada yang biasa-biasa saja, dan ada pula yang terang-terangkan tidak menyukainya.
Tapi, memang harus dibedakan, antara flexing yang dilakukan sebagai "tugas" dari seorang yang berstatus sebagai influencer dari pemasaran sebuah produk, atau yang sekadar ingin ngetop saja.
Bisa saja flexing dilakukan dengan cara yang melecehkan atau membuat orang lain tidak nyaman. Misalnya, barang mewah seharga miliaran rupiah disebutkan si pelaku sebagai "murah banget".
Apakah pamer saat mudik lebaran yang diunggah di media sosial bisa disebut flexing? Ya, bisa dianggap demikian. Bukankah ada pemudik yang tiap sebentar memamerkan apa saja aktivitas mudiknya?
Mulai dari mobil yang digunakannya, pakaian lebaran yang dikenakan, uang yang dibagi-bagikannya, hadiah yang dibawanya untuk keluarga dan sahabat, mentraktir makan di restoran terkenal, dan sebagainya.
Nah, yang mau dibahas dalam tulisan ini adalah kaitan flexing dengan ibadah puasa. Apakah sah puasa seseorang yang sibuk memamerkan kekayaan atau kehebatannya di media sosial?
Kalau berbicara dengan terminologi ajaran agama Islam, flexing bisa diartikan sebagai riya. Mengacu pada ceramah yang sering disampaikan di masjid oleh ustaz/ustazah, riya merupakan sesuatu yang harus dihindari.
Namun, riya tersebut lebih pada konteks akivitas beribadah. Maksudnya, sebaiknya kita tidak memamerkan ibadah yang kita lakukan, termasuk di media sosial.
Misalnya, tak sedikit orang yang memamerkan foto atau videonya saat melaksanakan umroh dan saat bersedekah. Bahkan, banyak pula yang sekadar menulis seperti ini: "Alhamdulillah, sudah selesai salat tahajud."
Memang, apakah niat orang yang memposting hal di atas, untuk pamer atau malah semacam ajakan kepada yang lain untuk berbuat baik, hanya orang tersebut dan Allah yang tahu.
Tapi, kesan pamer bisa saja menjadi kesimpulan orang lain yang membaca atau melihat postingan tersebut. Jadi, sebaiknya kita berhati-hati sebelum memposting sesuatu, jangan sampai niat baik kita dipersepsikan orang lain sebagai pamer.
Nah, kembali ke soal flexing, kalau ini jelas-jelas pamer. Terlepas dari apakah flexing bisa disamakan dengan riya atau tidak, sebaiknya kita tidak melakukan flexing, apalagi di bulan puasa.
Puasa kita memang tidak batal, tapi hanya sekadar penggugur kewajiban, sedangkan nilai ibadahnya sudah jauh berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H