Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tetap Berat, Meski Pertamax Tak Jadi Rp 16.000, tapi Rp 12.500

1 April 2022   06:21 Diperbarui: 1 April 2022   06:28 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konsumen Pertamax|dok. Pertamina, dimuat suara.com

Tepat jam 00.00 tanggal 1 April 2022, Pertamina secara resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, yang untuk kota Jakarta menjadi Rp 12.500 per liter, dari sebelumnya Rp 9.000.

Heboh-heboh soal bakal naiknya Pertamax telah terjadi beberapa hari sebelumnya, setelah media massa memberitakan bahwa diperkirakan harganya melangit menjadi Rp 16.000, naik hampir dua kali lipat.

Perkiraan harga tersebut berdasarkan hitung-hitungan nilai keekonomian Pertamax menyusul kenaikan harga minyak di pasar internasional.

Tentu, kenaikan di tingkat global tersebut sangat erat kaitannya dengan meletusnya peperangan antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan terganggunya suplai minyak.

Indonesia tidak bisa mengelak dari kondisi yang sangat tidak diharapkan tersebut. Ujung-ujungnya rakyat banyak sebagai konsumen yang menderita.

Bagi Pertamina atau pemerintah, mungkin merasa dengan menaikkan Pertamax dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 merupakan bentuk berbagi beban dengan masyarakat.

Artinya, dengan kenaikan tersebut sebetulnya masih membebani pemerintah, karena Pertamax masih di bawah nilai keekonomiannya.

Tapi, bagi masyarakat, hal itu terasa menyesakkan sehingga beban yang sudah berat, semakin berat lagi. Ibarat kata, sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Betapa tidak, kenaikan harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini seperti bertubi-tubi. Mulai dari kenaikan harga telur ayam, cabai, bawang, tahu tempe yang menjadi makanan ratusan juta umat, daging, minyak goreng, dan sebagainya.

Jadi, seolah-olah pemerintah kurang peka pada penderitaan rakyat. Meniakkan harga pada waktu yang kurang tepat.

Namun, kalau dipikir-pikir, dilihat dari sisi pemerintah mungkin memang sedang menghadapi situasi yang sangat dilematis.

Yang jelas, anggaran negara banyak terkuras untuk mengendalikan pandemi Covid-19 yang melanda negara kita sejak 2 tahun lalu.

Jangan-jangan pemerintah juga merasa "jatuh tertimpa tangga", sudah dipukul pandemi, juga dipukul oleh dampak perang Rusia-Ukraina.

Kita lihat saja, bagaimana perkembangan selanjutnya. Tentu setiap orang punya cara dalam menyikapi kenaikan Pertamax dan kenaikan harga barang lain.

Seperti saya sendiri, dulu saya pengguna Premium. Sejak premium sulit didapat, beralih ke Pertalite. Kemudian sejak setahun terakhir, karena sudah ganti mobil dengan tahun yang lebih muda, saya memakai Pertamax.

Makanya, berita tentang harga Pertamax naik, juga menyita perhatian saya. Tapi, saya memutuskan tidak ikut dalam barisan panjang antrean di pom bensin pada tanggal 31 Maret malam kemarin, untuk mendapatkan harga lama Pertamax.

Bagi saya, sepanjang Pertamax masih tersedia di pom bensin langganan saya, saya tidak berpikir untuk misalnya berpindah ke Pertalite yang jauh lebih murah.

Tentu masing-masing orang punya sikap sendiri. Sekarang hampir semua orang memiliki kendaraan. Kalaupun belum punya mobil butut, membeli motor bekas bukanlah hal yang sulit bagi warga kelas bawah. Artinya, banyak orang yang merasa  ketiban beban berat.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun