Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Korban Nyawa Usai Antre Minyak Goreng, Sekarang Harga Menggila

18 Maret 2022   18:31 Diperbarui: 18 Maret 2022   18:38 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengamati kisruh soal minyak goreng, apakah bisa ditafsirkan pemerintah "tunduk" pada kekuatan pasar? Ya, kalau dilihat dari sisi dicabutnya kebijakan harga eceran tertinggi (HET), bisa saja penafsiran seperti itu muncul.

Buktinya, kompas.id (18/3/2022) memberi judul yang tegas: "Soal Minyak Goreng, Pemerintah Dinilai Kalah". Disebutkan bahwa sejumlah langkah yang ditempuh pemerintah dinilai belum berhasil mengatasi problem minyak goreng.

Setelah aturan HET dicabut, minyak goreng tersedia melimpah di pasar, tetapi harganya melonjak tinggi. Seperti diketahui, HET minyak goreng dicabut setelah ada pengumuman dari pemerintah pada Rabu sore (16/3/2022).

Hal itu berlaku bagi minyak goreng kemasan. Seorang pelanggan merasa heran karena Rabu siang stok  minyak di sebuah pasar swalayan di Jatiasih, Bekasi, masih kosong, eh, Rabu sore minyak dengan merek-merek terkenal langsung ada setelah HET dicabut.

Mekanisme pasar dalam membentuk harga terkadang memang "kejam". Harga tidak mengenal belas kasihan. Jika suatu barang dibutuhkan orang banyak, sedangkan stoknya terbatas, hukum pasar mengatakan harga akan naik.

Namun, jika stok melimpah, hukum pasar secara teori akan menurunkan harga, dengan asumsi tidak terdapat peningkatan permintaan.

Nah, sebetulnya sekarang stok kembali melimpah dengan harga yang menggila, karena stok yang saat HET masih berlaku, diduga disimpan di gudang dan sekarang dikeluarkan.

Kita lihat saja bagaimana perilaku konsumen. Jika masyarakat kompak tidak membeli minyak goreng kemasan dan mencari alternatif lain dalam cara memasak, mudah-mudahan harga akan turun.

Atau, seperti banyak tulisan di Kompasiana yang menyarankan untuk memproduksi minyak kelapa, bukan dari kelapa sawit seperti minyak goreng kemasan yang dijual di pasar swalayan.

Namun, harus diakui, membuat masyarakat kompak tidak membeli minyak goreng kemasan, tampaknya sulit terwujud. Soalnya, mereka yang masih mampu membeli, akan tetap membeli seperti sebelumnya, tidak peduli harganya naik.

Tapi, soal istilah pemerintah "kalah" melawan pengusaha, tentu pemerintah tidak bisa menerima. Memang, pilihan bagi pemerintah sangat dilematis, mau harga murah tapi barang tidak ada, atau mau barang tersedia tapi dengan harga mahal?

Dari berita salah satu stasiun televisi, Jumat pagi (18/3/2022), dengan tegas Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan akan memerangi mafia minyak goreng.

Bahkan, Menteri Perdagangan berjanji bahwa para mafia minyak goreng tersebut akan ditangkap pada Senin (21/3/2022) pekan depan.

Selain itu, pemerintah bukan mengabaikan rakyat kecil, makanya untuk masyarakat kelas bawah pemerintah membuat kebijakan dengan adanya minyak goreng curah bersubsidi.

Semoga pengadaan minyak goreng curah tersebut berjalan lancar dan tidak perlu diperoleh dengan cara mengantre seperti yang akhir-akhir ini terjadi di berbagai penjuru tanah air.

Kasihan sekali melihat emak-emak berjuang berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng. Bahkan, ada berita miris, antrean minyak goreng telah membawa korban nyawa.

Kompas.com (17/3/2022) memberitakan, seorang warga kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rita Riyani (49 tahun), meninggal dunia setelah mengantre berjam-jam di pusat grosir untuk mendapatkan minyak goreng.

Rita mengantre pada Minggu (13/3/2022) di pusat grosir yang berada di Jalan AW Syahranie, Kelurahan Sempaja Barat, Kecamatan Samarinda Ulu.

Awalnya Rita ambruk dan sempat dibawa ke RSUD AW Syahranie untuk mendapat perawatan. Namun, 2 hari setelah itu (Selasa, 15/3/2022) Rita meninggal dunia pukul 11.00 Wita.

Almarhumah yang meninggalkan seorang suami dan 4 anak itu diduga kelelahan akibat mencari hingga mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng.

Begitulah, soal ajal memang sudah kehendak yang "di atas". Tapi, hal ini perlu menjadi pelajaran, baik bagi pemerintah, maupun masyarakat, bagaimana caranya agar hal serupa tidak terulang lagi.

Tentu, dengan harga tinggi saat ini, antrean minyak goreng mungkin sudah tidak ada lagi. Namun, kalau nantinya ada lagi pendistribusian barang seperti antre minyak goreng saat masih ada HET, pengaturannya harus lebih tertib.

Sedangkan kepada masyarakat diimbau agar tidak memaksakan diri jika mendapatkan antrean yang sudah panjang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun