Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tak Tergoda Menunda Pemilu, Akankah PDIP Menang Lagi di 2024?

9 Maret 2022   07:48 Diperbarui: 9 Maret 2022   07:55 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo sudah menegaskan akan mematuhi konstitusi terkait berkembangnya wacana penundaan Pemilu. Padahal, sebelumnya sudah ada keputusan bahwa Pemilu akan digelar pada 14 Februari 2024.

Pemilu 14 Februari 2024 itu merupakan pemilu di tanggal yang punya makna khusus, karena setiap 14 Februari di berbagai belahan dunia dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang (Valentine's Day).

Tentu, kita berharap agar Pemilu akan berlangsung tepat waktu dan bukan pemilu yang mengobarkan permusuhan antar masyarakat yang berbeda pilihan politiknya.

Capres kita boleh berbeda, wakil-wakil kita di parlemen silakan dipilih sesuai hati nurani. Tapi, sesama anak bangsa, kita harus saling menghargai dan saling menyayangi.

Maka, berhembusnya usulan dari beberapa tokoh agar pemilu ditunda, menjadi sebuah langkah mundur. Apalagi, untuk menunda, harus mengamandemen UUD 1945 yang menjadi kewenangan MPR.

Perlu diingat, untuk memutuskan tanggal pelaksanaan pemilu 2024 di atas sudah melalui sejumlah tahapan dan merupakan hasil musyawarah sejumlah pihak, antara lain pihak pemerintah, KPU dan DPR.

Nah, kembali ke pernyataan Presiden Joko Widodo yang taat konstitusi di atas, bisa menimbulkan perbedaan penafsiran. Di satu sisi ditafsirkan bahwa Presiden menolak penundaan.

Tapi, bisa pula ditafsirkan kalau MPR mengamandemen UUD 1945 dengan mengakomodir penundaan pemilu, Presiden juga akan taat.

Kalau begitu, bolanya kembali ke para politisi. Dalam hal ini, apa yang menjadi sikap resmi parpol menjadi penting untuk dicermati.

Sepanjang yang terungkap dari media massa, sejauh ini baru Ketua Umum PKB, Golkar dan PAN yang mewacanakan soal penundaan pemilu.

Pernyataan itu belum tentu mencerminkan sikap resmi partai karena disampaikan secara informal. Ya, katakanlah semacam testing the water.

Hanya saja, testing the water tersebut boleh dikatakan gagal karena begitu kerasnya reaksi masyarakat seperti yang diberitakan sejumlah media massa. 

Pernyataan Presiden Joko Widodo di atas sebetulnya bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat yang mempertanyakan sikap Presiden terkait wacana penundaan pemilu.

Sekiranya PKB, Golkar dan PAN kompak melakukan upaya agar pemilu ditunda, rasanya akan sulit untuk diproses lebih lanjut, mengingat partai lain tidak mendukung.

Partai oposisi PKS sudah pasti tidak setuju. Partai Demokrat juga begitu. Bahkan, Nasdem yang punya wakil di kabinet sudah menyatakan menolak ide penundaan pemilu.

Dan yang paling menentukan, dua partai besar, PDIP dan Gerindra, syukurlah juga sudah menyatakan menolak pemilu ditunda, sehingga bisa dipastikan pemilu 14 Februari 2024 tetap akan terlaksana. 

Sebetulnya, Gerindra cukup wajar menolak penundaan pemilu, karena peluang Prabowo Subianto relatif besar untuk memenangkan kontestasi Capres 2024.

Prabowo menurut hasil survei Litbang Kompas yang dirilis baru-baru ini, elektabilitasnya menduduki peringkat pertama sebagai Capres 2024, disusul oleh Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Bayangkan, jika pemilu diadakan pada 2026, tentu Prabowo semakin lanjut usianya dan bisa jadi elektabilitasnya akan turun. 

Kalau PKB, PAN, dan juga Golkar mewacanakan penundaan pemilu, bisa jadi ada kaitannya dengan elektabilitas ketua umumnya yang rendah. Siapa tahu dengan penundaan pemilu, ada momen tertentu yang bisa mendongkrak. 

Nah, yang sangat disyukuri adalah sikap tegas PDIP. Padahal, bila ditunda yang diuntungkan juga PDIP. Bukankah itu berarti masa kepemimpinan Joko Widodo, yang nota bene adalah kader terbaik PDIP, juga diperpanjang?

Artinya, PDIP tidak tergoda dengan segala keuntungan yang mungkin akan dipetiknya bila masa kepresidenan Joko Widodo bertambah 2 tahun.

Bisa jadi PDIP cukup percaya diri, pada Pilpres 2024, kadernya (pasti bukan Jokowi, karena sudah tidak boleh mencalonkan diri lagi) kembali meraih kemenangan seperti pada 2014 dan 2019.

Masalahnya, ada dilema soal elektabilitas bagi PDIP. Puan Maharani yang diduga akan diusung pada pilpres 2024 elektabilitasnya masih rendah. 

Tapi, PDIP beruntung punya seorang Ganjar Pranowo, yang peluangnya relatif besar menjadi pengganti Joko Widodo, apalagi bila dipasangkan dengan cawapres yang juga populer. 

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun