Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Skema Ponzi, Monkey Business, dan Logika Investasi

21 Februari 2022   08:00 Diperbarui: 23 Februari 2022   18:45 2164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada umumnya, masyarakat kita, termasuk kelas menengah ke bawah, sudah semakin sadar akan pentingnya investasi sebagai salah satu upaya meraih kesejahteraan yang lebih baik.

Tentu, bagi masyarakat yang penghasilannya terbatas, jumlah yang dialokasikan untuk berinvestasi juga kecil, bahkan mungkin belum bisa. Tapi, mereka sudah tahu jika punya uang lebih, sebaiknya diinvestasikan.

Masalahnya, pemahaman pentingnya investasi belum diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang berbagai jenis investasi yang ada.

Sebagian masyarakat sering hanya sekadar ikut-ikutan. Jika orang ramai-ramai menanam modal di suatu lembaga yang menjanjikan imbalan besar, rasanya rugi kalau tidak ikut.

Akhirnya, tak sedikit mereka yang mau untung, malah buntung. Jangankan imbalan investasi, pokok investasi pun lenyap begitu saja ditelan oknum-oknum yang menipu lewat penawaran investasi bodong.

Dua di antara sekian banyak pola investasi bodong yang sering terjadi sejak dulu dan sampai sekarang diduga masih saja muncul, adalah pola skema ponzi dan pola monkey business.

Skema Ponzi adalah modus penipuan yang menjanjikan keuntungan cepat dengan persentase imbalan yang sangat tinggi bagi para investornya. Disebut sangat tinggi karena imbalan tersebut bisa beberapa kali lipat dari suku bunga deposito bank.

Keuntungan itu bukan karena pengelolanya memutarkan uang dalam bisnis tertentu, tapi diambil dari setoran investasi anggota yang bergabung lebih belakangan.

Artinya, anggota yang lebih dahulu bergabung akan menuai untung, yang membuat banyak orang lain tergiur dan ikut-ikutan menanamkan uangnya.

Padahal, mereka yang lebih belakangan bergabung akan menderita kerugian ketika pengelola investasi kabur tak tahu rimbanya setelah jumlah anggota baru yang direkrut mulai makin berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun