Selama bulan puasa, kita melihat betapa banyaknya orang yang demikian mudah berbagi makanan, baik untuk berbuka puasa maupun untuk makan sahur.
Dari pinggir jalan yang banyak dilalui kendaraan, ada saja yang memberikan paket makanan kepada para pengendara yang lewat di sana, terutama pengendara motor.
Coba pula perhatikan di masjid-masjid. Selalu ada makanan berbuka puasa berupa takjil dan nasi beserta lauk pauknya untuk jamaah yang datang ke masjid tersebut.
Artinya, masjid tak kekurangan dana dari para donatur yang ingin beramal. Ada yang memberikan berupa paket makanan, ada juga yang berupa uang untuk dibelikan makanan oleh pengurus masjid.
Memang, momen puasa terasa spesial, karena banyak orang yang makan pada waktu yang bersamaan. Di lain pihak, karena kemacetan di jalan raya seperti di Jakarta, sering ada para pekerja yang terpaksa berbuka di jalan.
Tentu, jika ada sekelompok orang yang membagikan makanan menjelang waktu berbuka, jelas sangat membantu orang-orang yang masih dalam perjalanan.
Sedangkan kegiatan berbagi makanan untuk makan sahur biasanya menyasar kaum duafa yang tinggal di emperan, di kolong jembatan, atau di kawasan kumuh di berbagai lokasi di kota besar.
Bagi yang berbagi dengan niat yang tulus di bulan puasa, pahala yang disediakan Allah berlipat ganda ketimbang di luar bulan puasa.
Namun demikian, jika setelah bulan puasa semangat berbagi seseorang kembali kendor, justru pertanda hikmah Ramadan belum sepenuhnya merasuk dalam jiwanya.
Makanya, bagi yang mampu untuk berbagi dan aktif melakukannya selama puasa, meskipun sekarang tidak lagi dalam suasana bulan puasa, lanjutkanlah kebiasaan berbagi tersebut.
Tentu, sasarannya tidak lagi orang yang mau berbuka puasa. Tapi, di kota besar masih banyak kaum duafa yang sulit untuk mendapatkan makanan penyambung hidupnya.
Bagi orang kantoran, ada banyak cara untuk berbagi. Contohnya, dengan mentraktir para pekerja yang secara hirarki berada di lapisan terbawah seperti office boy, tenaga cleaning service, pengantar surat, petugas keamanan, pengemudi, dan sebagainya.
Dalam pergaulan di kantor, budaya saling traktir atau bos mentraktir anak buah merupakan hal biasa. Namun, yang rajin memperhatikan nasib pekerja level paling bawah, agak langka.
Tapi, ada juga bos yang pelit, dalam arti jarang sekali mentraktir makan anak buahnya atau membawakan oleh-oleh bila habis bepergian dari luar kota atau luar negeri.
Padahal, kelazimannya, paling tidak pada momen khusus, akan ada acara makan-makan. Misalnya, saat seseorang ulang tahun, mendapat promosi jabatan, dan momen khusus lainnya.
Sedangkan oleh-oleh seolah-olah menjadi wajib sehabis melakukan perjalanan dinas, pulang kampung (termasuk mudik lebaran), atau cuti liburan ke tempat wisata, terutama kalau ke luar negeri.
Artinya, budaya berbagi merupakan hal yang biasa. Tinggal ditingkatkan saja dan terutama ditujukan buat orang-orang yang nasibnya kurang beruntung dan sangat membutuhkan makanan atau barang lain yang dibagikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H