Sebagai urang awak yang lahir dan besar di Payakumbuh, Sumbar, saya memang tidak punya banyak kenangan masa kecil yang berkaitan dengan perayaan Imlek.
Bukan karena di Payakumbuh atau di kota lain di Sumbar tidak ada kawasan yang menjadi chinatown atau pecinan. Paling tidak, di tiga kota saya pernah ke pecinannya (di sana disebut kampuang cino), yakni Payakumbuh, Bukitinggi, dan Padang.
Memang, saya masih ingat ada pertunjukan barongsai mungkin di akhir 60-an atau awal 70-an di Payakumbuh. Cuma saya tidak tahu apakah itu bagian dari perayaan Imlek atau bukan.
Perlu diketahui, kondisi politik selama rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, perayaan Imlek di depan publik menjadi hal yang terlarang.
Jadi, larangan tersebutlah yang menjadi penyebab kenapa saya tidak punya memori masa kecil tentang Imlek, bukan karena di Sumbar tidak ada pecinan.
Nah, saat ini perayaan Imlek 2022 sudah di depan mata. Sayangnya, seperti pada tahun 2021 lalu, pandemi Covid-19 masih menjadi penghalang untuk merayakan imlek secara meriah.
Sebetulnya, pasien yang terpapar Covid-19 di negara kita sempat menurun tajam setelah mencapai puncaknya pada Juli 2021.Â
Kondisi yang relatif baik itu hanya bertahan hingga akhir tahun lalu. Sejak awal Januari 2022, kembali terjadi kenaikan yang tajam kasus pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Berkemungkinan besar di masing-masing daerah akan ada pengetatan penerapan protokol kesehatan, sehingga perayaan Imlek yang meriah sulit untuk dilaksanakan.
Sejak saya berdomisili di Jakarta pada 1986, saya sedikit banyak sudah merasakan suasana perayaan Imlek, seperti yang terihat di kawasan Glodok dan Mangga Dua.
Suasana tersebut makin meriah sejak era Presiden Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur yang mengizinkan perayaan Imlek dan dijadikan hari libur nasional pada 2001.
Tapi, perayaan Imlek yang paling berkesan dan sering saya kenang adalah pada tahun 2017. Saat itu kebetulan saya ada tugas kantor ke Singkawang, Kalbar.
Sayangnya, saya yang ketika itu banyak mengambil foto melalui kamera hape, entah kenapa sekarang sudah tidak ada lagi. Makanya, untuk melengkapi tulisan ini, saya mencoba berburu foto dari sejumlah media daring.
Singkawang terletak sekitar 145 kilometer arah utara kota Pontianak dan merupakan kota yang indah, juga dijuluki kota seribu klenteng. Sebelum memasuki kota, ada pantai yang menjadi salah satu objek wisata di sana.
Saat Imlek, perantau asal Singkawang termasuk dari luar negeri akan pulang. Selain itu, hotel-hotel di sana juga dipenuhi wisatawan asing dan lokal.
Atraksi menarik saat Imlek di Singkawang adalah pawai lampion berkeliling kota. Uniknya, yang pawai tidak hanya masyarakat Tionghoa saja, tapi mencerminkan berbagai kalangan yang ada di Singkawang.
Banyak kendaraan hias dengan asesoris khas Imlek dan juga beberapa replika naga lampion membuat pawai menjadi semakin menarik. Selain itu, suasana kota sendiri sangat semarak dengan cahaya lampion yang sangat banyak di malam hari.Â
Puncak perayaan Imlek di Singkawang dilakukan sekitar 2 minggu setelah Imlek atau disebut juga perayaan Cap Go Meh. Ketika itu diadakan Parade Tatung. Dalam bahasa Hakka, Tatung adalah orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural.
Sayangnya, saya tidak berkesempatan menyaksikan secara langsung parade itu. Parade Tatung sudah menjadi agenda pariwisata tahunan dan menjadi andalan Kalbar dalam menjaring wisatawan domestik dan mancanegara.
Menurut saya, perayaan Imlek di kota yang relatif kecil namun penduduknya dominan keturunan Tionghoa terasa lebih nendang, ketimbang di kota besar macam Jakarta.
Singkawang sebagai bukti apa yang saya maksud, di mana Imlek menjadi pesta rakyat. Etnis Melayu, Dayak, dan lainnya yang ada di Singkawang turut memeriahkan Imlek.
Meskipun di Singkawang etnis Tionghoa menjadi mayoritas, toleransi antar umat beragama sangat terjaga. Ini terlihat dari masjid di pusat kota Singkawang yang bersebelahan dengan klenteng, yang masing-masing jamaahnya bisa beribadah dengan tenang..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H