Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bisnis Asuransi, Ketika Fungsi Proteksi Campur Aduk dengan Investasi

28 Januari 2022   09:41 Diperbarui: 30 Januari 2022   17:26 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih saja terjadi kasus yang mendera perusahaan asuransi di negara kita. Pada umumnya hal ini terjadi karena salah urus atau tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance).

Akibatnya, sejumlah perusahaan asuransi mengalami krisis likuiditas dan sekaligus mengecewakan nasabahnya. 

Kemudian, berlanjut dengan terjadinya gagal bayar karena uang nasabah tidak mampu dikembalikan oleh pihak asuransi secara tepat waktu.  

Media massa pernah diramaikan oleh pemberitaan terkait kasus yang melilit perusahaan asuransi Bumiputera, berlanjut dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.

Baru-baru ini, ada lagi kasus di beberapa perusahaan asuransi. Seperti diberitakan cnbcindonesia.com (22/1/2022), 16 orang nasabah menggeruduk kantor PT Prudential Life Assurance, PT AIA Financial, dan PT Axa Mandiri.

Para nasabah di atas merasa dirugikan setelah membeli produk asuransi unit link yang ditawarkan perusahaan tersebut.

Tulisan ini tidak dimaksudkan membahas secara spesifik kasus-kasus di atas, tapi hanya semacam pandangan yang bersifat umum tentang masalah yang terjadi dan bagaimana sebaiknya ke depan agar kasus serupa tidak terulang.

Jika dilihat produk asuransi yang gagal bayar atau yang bermasalah lainnya, rata-rata adalah berupa unit link atau sejenis itu.

Produk unit link tersebut, ciri utamanya adalah menggabungkan fungsi asuransi yang memberikan proteksi kepada nasabah dan fungsi investasi yang memberikan imbalan pada nasabah.

Bahkan, ada produk asuransi yang sangat mirip dengan deposito yang bunganya dibayar sekaligus saat jatuh tempo bersamaan dengan pengembalian pokok investasi.

Misalnya, ada nasabah yang membeli produk unit link dengan memasukkan dana Rp 500 juta, jangka waktu 1 tahun dan diiming-imingi hasil investasi sebesar 6 persen.

Artinya, satu tahun kemudian, si nasabah akan mendapat uang Rp 530 juta, yakni pokok plus hasil investasi. Agar tidak persis sama dengan deposito, tetap dibuatkan polis asuransinya.

Jadi, misalnya si nasabah meninggal dunia selama periode polis, akan mendapat klaim sebesar yang tercantum pada polis. 

Tapi, rata-rata nasabah yang memang berniat untuk investasi murni, tidak begitu menghiraukan polis. Artinya, mereka tidak membaca dengan teliti apa saja konsekuensi kepemilikan unit link tersebut.

Masalahnya, ketika jatuh tempo, perusahaan asuransi ada yang tidak mampu mengembalikan uang nasabah karena krisis likuiditas.

Nah, ke depan, ada baiknya kalau perusahaan  asuransi kembali ke khittah, dengan tidak mencampurkan produk asuransi dan investasi.

Polanya seperti yang diterapkan perusahaan asuransi umum atau asuransi kerugian. Misalnya, ada nasabah yang mengasuransikan rumahnya untuk jenis risiko kebakaran atau mobilnya untuk risiko kecelakaan.

Jika selama periode perjanjian, rumah tersebut tidak terbakar atau mobilnya tidak mengalami kecelakaan, ya, uang premi yang dibayar nasabah tidak akan kembali.

Tapi, seandainya terjadi kerugian atau kecelakaan, nasabah akan dapat klaim sesuai yang dicantumkan polis, yang tentu jauh lebih besar dari premi yang dibayar nasabah.

Pola asuransi umum tersebut, bila dikonversi ke asuransi jiwa, maka bila nasabah meninggal dunia, ahli waris yang tercantum di polis asuransi akan mendapat klaim.

Jadi, fungsi asuransi pada dasarnya untuk memproteksi atau mengalihkan risiko, bukan sebagai alat investasi seperti produk perbankan dan pasar modal.

Hanya saja, daya tarik produk asuransi murni di negara kita relatif rendah, sehingga perusahaan asuransi melahirkan kreasi baru berupa produk asuransi yang di-bundling dengan produk investasi.

Apalagi, pihak asuransi menjadikan beberapa bank sebagai agen penjual produk tersebut, membuat calon nasabah semakin percaya.

Kenapa masyarakat belum banyak yang tertarik dengan produk asuransi murni? Ini harus menjadi alat introspeksi bagi perusahaan asuransi.

Diduga cerita nasabah yang dikecewakan perusahaan asuransi telah menyebar dan membuat yang lain enggan menjadi nasabah.

Kekecewaan itu misalnya karena tenaga sales asuransi saat memasarkan produk terlalu manis bahasanya, ditambah lagi dengan pemberian bonus, tapi saat nasabah mengajukan klaim agak dipersulit.

Makanya, untuk produk asuransi murni, diharapkan perusahaan asuransi jangan hanya gencar saat menerima premi dari nasabah, tapi juga gencar saat membayar klaim ke nasabah.

Sedangkan untuk produk unit link, masyarakat diharapkan agar lebih kritis bila ada sales asuransi yang agresif melancarkan rayuannya. Lebih banyak menjelaskan keuntungannya, tapi tidak diimbangi dengan menjelaskan risikonya.

Jika rasanya too good to be true, misalnya dengan menjanjikan hasil investasi yang jauh di atas suku bunga deposito bank, perlu diwaspadai.

Sekali lagi, asuransi berfungsi sebagai alat mitigasi risiko, bukan berinvestasi. Jika ingin berinvestasi sebaiknya membeli produk yang dijual di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau di bank papan atas.

Tapi, kalau membutuhkan perlindungan atas aset yang dimiliki agar tidak rugi ketika terkena musibah, ya asuransi lah yang tepat. 

Termasuk pula agar tersedia dana yang memadai bagi ahli waris bila seseorang meninggal dunia. Atau, ketika menderita sakit berat yang perlu tindakan medis yang mahal, biayanya ditanggung asuransi.

Masyarakat tidak perlu skeptis terhadap perusahaan asuransi. Memang, yang terlibat kasus masih ada, tapi masih banyak pula yang sebetulnya dalam kondisi baik-baik saja.

Kuncinya hanya satu, pelajari aspek manfaat dan risiko dari produk asuransi yang akan digunakan dan pilih asuransi yang kredibel.

Dok. infobanknews.com
Dok. infobanknews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun