Bahwa Presiden, Wapres dan semua kementerian akan "bedol desa", itu sudah pasti. Namun, kantor pusat dari berbagai perusahaan di sepanjang jalan protokol Jakarta, diduga belum akan buru-buru boyongan, bahkan mungkin tidak akan pindah.
Dengan demikian, fasilitas Jakarta masih tetap yang terbaik dan terlengkap. Karena itu, aparat negara yang bekerja di Nusantara diperkirakan akan menerapkan pola "PJKA" (Pulang Jumat Kembali Ahad).
Sekarang, PJKA lazim diterapkan pegawai yang dipindahkan ke luar Jakarta, tapi keluarganya tetap tinggal di Jakarta.Â
Biasanya, alasan karena anak-anak sudah nyaman bersekolah di Jakarta, maka si ibu menemani anaknya. Lalu, si bapak yang bekerja di kota lain akan menerapkan pola PJKA.
Jika PJKA-nya dari atau ke kota-kota di Pulau Jawa yang bisa dijangkau dengan kereta api atau naik travel, tentu tidak terlalu menguras dompet.
Namun, jika dari atau ke kota-kota di luar Jawa yang harus naik pesawat, maka yang bisa PJKA sangat terbatas pada mereka yang bergaji besar. Artinya, kebanyakan berlaku hanya bagi kalangan pejabat.
Kota Nusantara jelas berada di luar Jawa dan hanya bisa dijangkau melalui pesawat jika waktu yang tersedia untuk Sabtu-Minggu.Â
Jika Nusantara didukung oleh lengkapnya fasilitas perumahan, pendidikan, pusat perbelanjaan, fasilitas kesehatan, tempat hiburan, serta dukungan transportasi dalam kota yang bagus, bisa jadi pola PJKA akan berkurang.
Artinya, si aparat negara yang pindah dari Jakarta ke Nusantara akan memboyong keluarganya. Tentu seperti ini yang ideal.
Hanya saja, diperkirakan akan membutuhkan waktu yang relatif lama sampai semua fasilitas itu memadai. Padahal, begitu kantor-kantor selesai dibangun, mungkin para pegawai sudah mulai pindah ke ibu kota baru.
Seperti itulah yang terjadi ketika Maluku Utara memindahkan ibu kota provinsi dari Ternate ke Sofifi di daratan Halmahera.