Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bibit Pemain Bola Melimpah, Naturalisasi Jangan Sampai Meminggirkan Kaderisasi

20 Januari 2022   07:48 Diperbarui: 20 Januari 2022   07:58 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 4 pemain yang dalam proses naturalisasi|Foto: Kolase, dimuat sindonews.com

Naturalisasi di PSSI dengan memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada sejumlah pemain sepak bola yang sebelumnya berpaspor negara lain, telah berlangsung cukup lama.

Kalau berkaca pada negara lain, program naturalisasi di Singapura dan Filipina sebagai contoh, sudah terjadi sebelum Indonesia memulai. 

Hingga sekarang timnas Filipina masih mengandalkan pemain naturalisasi yang bermain di klub luar Filipina, sedangkan timnas Singapura kembali dipenuhi oleh pemain lokal berdarah Melayu. 

Jadi, boleh dikatakan program natarulisasi sudah lazim secara internasional, namun sejauh ini belum terdapat bukti yang kuat bahwa program ini sangat mendongkrak prestasi suatu negara.

Sekadar menaikkan peringkat FIFA, memang dimungkinkan dengan bantuan pemain naturalisasi, seperti yang dialami Filipina.

Tapi, seperti halnya Indonesia, Filipina sejauh ini belum pernah menjuarai turnamen Piala AFF yang merupakan lambang supremasi sepak bola Asia Tenggara.

Sejarah program naturalisasi di negara kita dimulai pada tahun 2010, ketika timnas Indonesia yang terjun pada turnamen Piala AFF diperkuat oleh Christian Gonzales dan Irfan Bachdim. 

Ketika itu Indonesia tampil cemerlang di babak awal hingga melaju ke final. Sayangnya, pada laga final, Indonesia harus mengakui keunggulan negara jiran Malaysia.

Setelah itu banyak sekali pemain asing yang merumput di Indonesia yang berpindah kewarganegaraan menjadi berpaspor Indonesia, tentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan.

Ada yang karena punya istri orang Indonesia seperti Christian Gonzales yang sebelumnya adalah warga negara Uruguay.

Ada pula pemain yang sebelumnya berdomisili di luar negeri, kebanyakan di Belanda, yang karena punya garis keturunan Indonesia, tertarik menjadi WNI, seperti Irfan Bachdim.

Mungkin ada semacam "agen" yang mengunjukkan ke PSSI agar menaturalisasi beberapa pemain Belanda yang berdarah Indonesia. 

Tapi, sebagian pemain tersebut sepertinya tidak punya kemampuan yang lebih baik dari pemain lokal, sehingga bisa juga disebut bahwa PSSI kecolongan.

Selain itu, tak sedikit pemain asing di Liga 1 Indonesia yang berinisiatif mengajukan permohonan menjadi WNI. Meskipun sebetulnya mereka tidak masuk radar PSSI untuk memperkuat timnas, tidak punya darah Indonesia  dan juga tidak punya istri orang Indonesia.

Motivasi mereka mungkin agar tidak terkena kuota pemain asing, sehingga gampang mendapat kontrak dengan klub-klub Liga 1. Bahkan, kalau tidak laku di Liga 1, dengan status WNI tersebut mereka bisa bermain untuk klub Liga 2.

Herman Dzumafo Epandi menjadi contoh, dalam usia 41 tahun masih aktif bermain. Herman berasal dari Kamerun dan memperkuat Dewa United dalam kompetisi Liga 2 yang belum lama ini berakhir.

Sedangkan contoh yang "kecolongan" misalnya Jhon van Beukering dan Ruben Wuarbanaran, keduanya asal Belanda, yang skill-nya tidak lebih baik dibanding rata-rata pemain asli Indonesia.

Sekarang, di era Shin Tae-yong sebagai pelatih nasional, pemain yang telah berhasil digaet adalah Elkan Baggott yang bermain di klub Ipswich Town, Inggris. 

Kemudian, disebut-sebut bakal menyusul 4 pemain lainnya, yakni Mees Hilgers (Belanda), Sandy Walsh (Belgia), Jordi Amat (Spanyol), dan Ragnar Oratmangoen (Belanda).

Semua pemain di atas, mengacu pada berita di media massa, disebut punya kualitas yang lebih bagus ketimbang pemain lokal. Ya, mudah-mudahan memang begitu. Tapi, perburuan pemain asing setelah 4 pemain di atas, untuk sementara dirasa telah cukup.

Jangan sampai kebablasan seperti Filipina yang timnasnya sangat didominasi oleh pemain naturalisasi. Beri kesempatan pula pemain lokal yang toh telah berhasil dipoles dengan baik oleh Shin Tae-yong.

Buktinya, yang menjadi bintang di Piala AFF 2020 di timnas Indonesia adalah Pratama Arhan, Alfeandra Dewangga dan Ricky Kambuaya, semuanya "asli" Indonesia.

Artinya, Indonesia tidak pernah kekurangan bibit pemain potensial. Buktinya, kita beberapa kali juara Asia Tenggara untuk sepak bola usia muda. Hanya waktu naik ke level senior, kemampuan pemain seperti susah untuk ditingkatkan lagi.

Jadi, melihat program Shin Tae-yong, rasanya masih berada pada tingkat wajar, pemain naturalisasi dan pemain asli sama-sama bisa berkembang.

Artinya, kaderisasi pemain dari seluruh pelosok tanah air tidak terhambat. Lagi pula, pemain yang dinaturalisasi di era Shin Tae-yong semuanya punya garis keturunan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun