Mungkin ada semacam "agen" yang mengunjukkan ke PSSI agar menaturalisasi beberapa pemain Belanda yang berdarah Indonesia.Â
Tapi, sebagian pemain tersebut sepertinya tidak punya kemampuan yang lebih baik dari pemain lokal, sehingga bisa juga disebut bahwa PSSI kecolongan.
Selain itu, tak sedikit pemain asing di Liga 1 Indonesia yang berinisiatif mengajukan permohonan menjadi WNI. Meskipun sebetulnya mereka tidak masuk radar PSSI untuk memperkuat timnas, tidak punya darah Indonesia  dan juga tidak punya istri orang Indonesia.
Motivasi mereka mungkin agar tidak terkena kuota pemain asing, sehingga gampang mendapat kontrak dengan klub-klub Liga 1. Bahkan, kalau tidak laku di Liga 1, dengan status WNI tersebut mereka bisa bermain untuk klub Liga 2.
Herman Dzumafo Epandi menjadi contoh, dalam usia 41 tahun masih aktif bermain. Herman berasal dari Kamerun dan memperkuat Dewa United dalam kompetisi Liga 2 yang belum lama ini berakhir.
Sedangkan contoh yang "kecolongan" misalnya Jhon van Beukering dan Ruben Wuarbanaran, keduanya asal Belanda, yang skill-nya tidak lebih baik dibanding rata-rata pemain asli Indonesia.
Sekarang, di era Shin Tae-yong sebagai pelatih nasional, pemain yang telah berhasil digaet adalah Elkan Baggott yang bermain di klub Ipswich Town, Inggris.Â
Kemudian, disebut-sebut bakal menyusul 4 pemain lainnya, yakni Mees Hilgers (Belanda), Sandy Walsh (Belgia), Jordi Amat (Spanyol), dan Ragnar Oratmangoen (Belanda).
Semua pemain di atas, mengacu pada berita di media massa, disebut punya kualitas yang lebih bagus ketimbang pemain lokal. Ya, mudah-mudahan memang begitu. Tapi, perburuan pemain asing setelah 4 pemain di atas, untuk sementara dirasa telah cukup.
Jangan sampai kebablasan seperti Filipina yang timnasnya sangat didominasi oleh pemain naturalisasi. Beri kesempatan pula pemain lokal yang toh telah berhasil dipoles dengan baik oleh Shin Tae-yong.
Buktinya, yang menjadi bintang di Piala AFF 2020 di timnas Indonesia adalah Pratama Arhan, Alfeandra Dewangga dan Ricky Kambuaya, semuanya "asli" Indonesia.