Untung saja saya sudah tidak bekerja di gedung jangkung lagi. Kemarin sore (14/1/2022), ketika saya lagi asyik berkompasiana, tiba-tiba terasa goyangan yang tidak biasa.
Perasaan saya, lantai di rumah seperti berayun ke kiri dan ke kanan. Saya langsung berkesimpulan, ini lagi gempa bumi. Anak saya yang berada di lantai atas turun ke bawah dan sudah lebih dahulu berteriak: "ada gempa".
Saya mencoba tidak panik dan tetap duduk, tapi dengan penuh kewaspadaan. Jika saja goyangannya semakin hebat, tentu tak ada jalan lain, saya dan keluarga yang lagi di rumah, harus buru-buru mencari tempat yang lapang di luar rumah.
Tak jauh dari rumah saya, ada taman bermain untuk anak-anak. Tidak terlalu luas, tapi saya pikir cukup memadai sebagai tempat yang aman bila terjadi gempa.
Alhamdulillah, setelah sekitar 30 detik, goyangannya semakin melemah, sehingga saya kembali beraktivitas seperti biasa sambil memantau berita.
Benar saja, mungkin sekitar 20 menit setelah itu, berita gempa bumi yang ternyata berpusat di Banten tersebut telah tersebar di media sosial.
Saya teringat waktu masih aktif bekerja dan berkantor di sebuah gedung berlantai 31 di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.
Saya lupa tahun berapa, tapi saat terjadi gempa dan lift tidak beroperasi, dari semua lantai penghuninya tergopoh-gopoh turun gedung lewat tangga darurat, termasuk saya.
Saya sendiri bekerja di lantai 19. Rasanya lutut mau copot begitu saya sampai di halaman kantor karena tidak kuat turun tangga. Maklum, saya tidak rutin berolahraga sehingga tidak terbiasa.
Tapi, ada yang saya lebih kasihan. Seorang ibu lagi hamil tua betul-betul terlihat kepayahan. Apalagi, si ibu bekerja di lantai 25. Saya mau membantu, bingung juga apa yang bisa saya bantu.
Akhirnya saya hanya membantu dengan melangkah pelan di belakangnya, dan menyarankannya berhenti sebentar kalau sudah sangat lelah.
Saya hanya mengatakan agar si ibu tenang, tidak panik. Dengan sisa-sisa tenaga, si ibu itu sangat lega ketika berhasil berkumpul di halaman kantor yang memang diperuntukkan sebagai area evakuasi kalau ada apa-apa.
Kebetulan saya lama bertugas di Divisi Manajemen Risiko, dan sedikit banyak mengetahui apa saja prosedur yang harus dilakukan, agar bila terjadi gempa, risikonya termitigasi dengan baik.
Bahkan, untuk menguji prosedur tersebut efektif atau tidak, sekali setahun dilakukan simulasi, baik simulasi gempa bumi atau simulasi kebakaran.
Berapa lama semua penghuni gedung mencapai tempat evakuasi harus dihitung dengan teliti, setelah sebelumnya dibunyikan alarm tanda ada bencana.
Itupun mereka harus melewati jalur evakuasi yang sudah ada petunjuk arahnya. Lagipula, kepada semua divisi sudah dikirim buku saku berisi pedoman dalam keadaan darurat.
Bahwa bunyi alarm itu adalah simulasi, yang tahu hanya kami di Divisi Manajemen Risiko serta Direksi. Sedangkan karyawan lain, awalnya tidak tahu, dan tergesa-gesa mencari jalur evakuasi.
Tapi, kelihatannya saat masih di jalur evakuasi, sebagian ada yang menduga bahwa ini hanya simulasi, lalu memberi tahu yang lain agar santai saja.Â
Akhirnya, tujuan simulasi untuk melihat bagaimana kesiapan semua penghuni gedung jika tiba-tiba terjadi bencana, tidak tercapai.
Bahkan, tim kesehatan yang berjaga-jaga bila ada pekerja yang membutuhkan penanganan khusus, praktis hanya menganggur karena semuanya baik-baik saja.
Namun, biasalah, dalam laporan tertulis dari Divisi Manajemen Risiko ke Direksi tentang pelaksanaan simulasi, semua dinilai telah berjalan lancar.
Nah, ketika terjadi gempa sesungguhnya, ceritanya jadi berbeda dan apa yang dilakukan saat simulasi seperti tidak menjadi pelajaran.
Termasuk bagi kami dari Divisi Manajemen Risiko yang seharusnya mengkoordinir, malah banyak yang menyelamatkan diri masing-masing.
Begitulah, saya kira tidak di tempat saya bekerja saja, di negara kita sering ada simulasi, uji coba, atau apapun namanya, agar bila terjadi sesuatu yang tak diharapkan, risikonya termitigasi.
Tapi, ketika kondisi yang tak diharapkan tesebut betul-betul terjadi, ya itu tadi, mari menyelamatkan diri masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H