Saya cukup sering menerima pesan singkat dari nomor yang tidak saya kenal dan biasanya menawarkan produk atau jasa tertentu. Yang saya herankan, si pengirim pesan mengawalinya dengan menuliskan nama saya secara lengkap.
Artinya, data pribadi saya sudah diketahui si pengirim pesan. Meskipun si pengirim memperkenalkan namanya dan perusahaan tempat ia bekerja, saya sudah terlanjur merasa tidak nyaman.
Tapi, setelah saya membaca di media massa betapa seringnya terjadi pencurian data identitas seseorang, saya tidak heran lagi bila saya masih sering menerima pesan sejenis.
Hanya saja, saya lebih berhati-hati dan biasanya tidak melayani pesan seperti itu, kecuali bila pengirim pesan memulainya dengan menjelaskan dari mana ia memperoleh nomor saya.
Memang, soal pencurian data pribadi, ada banyak kemungkinan sebagai  penyebabnya. Bisa jadi karena kelemahan sistem di aplikasi tertentu, kecanggihan hacker (peretas), atau justru karena kelalaian pengguna aplikasi dan media sosial tertentu.
Kelalaian di atas terkait dengan kebiasaan seseorang yang sering mengunggah data pribadi dan foto-fotonya di media sosial, yang bisa menjadi "makanan empuk" para pemburu data pribadi.
Selain itu, pernah pula terungkap oknum karyawan sebuah perusahaan yang menyimpan data pelanggan yang tergiur untuk menjual data tersebut.
Tentang kecanggihan para peretas data, yang disasar bukan data orang biasa saja, bahkan situs resmi instansi pemerintah pun juga pernah kecolongan.Â
Meskipun perlindungan atas data pribadi di negara kita relatif masih lemah, berbagai inovasi tetap berjalan. Sebagai contoh, pemerintah berencana akan memberlakukan kartu tanda penduduk yang tidak lagi berupa fisik yang dicetak.
Jadi, nantinya e-KTP yang sekarang tersimpan di dompet seseorang, akan berganti dengan yang tersimpan di gawai. Sekarang masih dalam tahap uji coba di 58 kabupaten/kota sejak 2021.
Bisa jadi para remaja dan anak muda yang memang sudah sangat familiar dengan semua yang serba digital akan menyambut hangat eKTP digital.
Tapi, justru kepada anak muda pula diharapkan untuk tidak memandang enteng persoalan keamanan data atau persoalan perlindungan data pribadi.
Kepada kelompok orang tua diharapkan agar lebih melek digital. Persoalan bagi orang tua biasanya ketakutan salah pencet atau tiba-tiba jaringan internet tidak stabil.
Adalah tugas anak-anaknya yang melek teknologi untuk membimbing orang tuanya, sehingga orang tua tidak gampang panik ketika layar gawai tiba-tiba berganti.
Sedangkan pemerintah diharapkan memberi kesempatan memberlakukan e-KTP berupa kartu fisik secara paralel dengan e-KTP digital.
Selain itu, pemerintah perlu menjamin hal-hal berikut ini.
Pertama, tersedianya jaringan internet yang merata di seluruh tanah air. Sekarang ini di beberapa daerah pelosok masih sulit mendapatkan sinyal agar gawai bisa dipakai.
Kedua, memberikan bantuan smartphone bagi kelompok marjinal, mengingat masih banyak warga tidak mampu yang belum mempunyainya.
Ketiga, perlindungan data pribadi merupakan hal yang tak dapat ditawar lagi. Pemerintah melalui instansi terkait harus lebih pintar dari para peretas.
Artinya, pemerintah harus lebih unggul dari sisi teknologi yang digunakan dan dari sisi kualitas sumber daya manusia yang terlibat, pemerintah harus lebih banyak akal.
Keempat, peranan pemerintah antara lain melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam mengedukasi masyarakat, juga tidak kalah penting.
Sekadar memasang advetorial di media massa tampaknya belum cukup, perlu turun ke lapangan dan kalau perlu mengadakan in-class training.
Kelima, mengedukasi lembaga swasta pengguna eKTP digital bagaimana cara mengamankan data. Perusahaan seperti bank, asuransi, pasar modal, operator seluler, dan penyedia aplikasi perdagangan online, memelihara database pelanggannya yang sangat banyak.
Kesimpulannya, penggunaan e-KTP digital sesuai kehendak waktu mungkin tidak akan terhindarkan. Tapi, keamanan data harus ditingkatkan dan semoga mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H