Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Masjid Gadang Balai Nan Duo, Masih Kokoh di Usia Hampir 2 Abad

21 Januari 2022   08:19 Diperbarui: 21 Januari 2022   08:21 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Gadang yang tidak jauh dari Masjid Gadang|dok. pribadi.

Sewaktu pulang kampung ke Sumatera Barat untuk keperluan keluarga pada minggu keempat Desember 2021 lalu, saya sempat singgah di Masjid Gadang Balai Nan Duo, Koto Nan Ampek, Kota Payakumbuh.

Masjid tersebut ketika saya masih SD di awal 1970-an cukup sering saya kunjungi, karena saya sekolah di SD Negeri 3 yang dekat dari Masjid Gadang.

Setelah saya tamat SD, sangat jarang saya berkunjung ke masjid tersebut, apalagi sejak saya merantau karena bekerja di Jakarta.

Sebetulnya saya relatif sering pulang kampung, rata-rata satu kali dalam satu tahun. Tapi, karena letak masjid tesebut bukan di jalan utama yang menghubungkan Payakumbuh dan Bukittinggi, saya jarang sekali melewati Masjid Gadang itu.

Makanya, saya sangat senang ketika akhirnya bisa datang lagi ke Masjid Gadang. Apalagi, menurut saya masjidnya makin cantik ketimbang 50 tahun lalu, mungkin karena cat dindingnya lebih cerah.

Saya ingat dulu saat salat atau berjalan di lantai masjid yang terbuat dari papan tersebut, terasa bergoyang. Tapi, ternyata goyangan itu bukan berarti pertanda tidak kuat menahan beban.

Rumah Gadang Sutan Chedoh|dok. BPCB Sumbar, dimuat halonusa.com
Rumah Gadang Sutan Chedoh|dok. BPCB Sumbar, dimuat halonusa.com

Justru hal itu bisa saja karena unsur fleksibiltas konstruksinya, khas bangunan tradisional Minang, seperti juga konstruksi rumah adat Minangkabau.

Buktinya, sampai sekarang Masjid Gadang itu masih berdiri kokoh, seperti kokohnya banyak rumah tradisional meskipun misalnya ada musibah gempa bumi.

Berdasarkan referensi dari laman Kantor Kementerian Agama Kota Payakumbuh, Masjid Gadang Balai Nan Duo diperkirakan dibangun pada tahun 1840.

Jadi, sekarang usianya sudah 182 tahun atau hampir 2 abad. Namun demikian, masjid yang kontruksinya terbuat dari kayu itu, masih terlihat kokoh.

Status masjid tersebut oleh pemerintah setempat sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, seperti juga sebuah rumah gadang yang berjarak 200 meter dari Masjid Gadang.

Rumah gadang dimaksud disebut "Rumah Gadang Tuangku Lareh Koto Nan Ampek". Dulunya dinamakan Istana Regen atau Rumah Gadang Sutan Chedoh berdasarkan biografi HC Israr yang antara lain menulis Payakumbuh ditaklukkan Belanda pada 1823.

Masjid Gadang dari sebuah sisi|dok. BPCB Sumbar, dimuat halonusa.com
Masjid Gadang dari sebuah sisi|dok. BPCB Sumbar, dimuat halonusa.com

Kemudian Belanda mengangkat Sutan Chedoh menjadi Regent di sana dan Sutan Chedoh mendirikan rumah gadang sebagai Istana Regen.

Berikutnya, setelah selesai pembangunan istana, barulah dibangun Masjid Gadang Balai Nan Duo yang merupakan masjid tertua yang masih digunakan di Payakumbuh.

Sayangnya saya tidak sempat singgah ke rumah gadang tersebut  dan informasi di atas saya dapatkan dari laman halonusa.com.

Baik, saya lanjutkan tentang masjid gadang yang arsitekturnya tentu sangat berbeda dengan masjid modern. Tapi, justru di situ daya tariknya, terutama bagi yang ingin melihat arsitektur masjid kuno.

Komplek masjid ini cukup luas, meskipun bangunan utama tempat salat hanya berukuran 400 m2. Bercorak rumah panggung seperti halnya rumah gadang (rumah tradisional Minang), namun atapnya yang berbeda.

Kalau rumah gadang corak atapnya bagonjong atau mirip tanduk kerbau, maka masjid gadang punya atap tiga lapis atau tumpang tiga. Atap paling atas dibuat meruncing.

Antara atap bagian atas dengan bagian tengah diberi dinding papan yang berhiaskan ukiran matahari, demikian juga antara atap tengah dan atap bawah.

Pintu masuk masjid terdiri dari beberapa anak tangga dan di depan anak tangga terdapat bangunan tempat wudhu dan kamar kecil.

Tangga naik masjid|dok. BPCB Sumbar dimuat halonusa.com
Tangga naik masjid|dok. BPCB Sumbar dimuat halonusa.com

Lantai masjid yang terbuat dari papan memiliki ketinggian 1,2 meter dari permukaan tanah. Tiang penyangganya berjumlah 21 buah yang terbuat dari kayu berbentuk bulat.

Menurut sumber Kemenag Kota Payakumbuh, masjid tersebut keasliannya masih terjaga, karena sebagian besar tiang, lantai dan dinding, yang semuanya dari kayu, belum pernah diganti.

Hanya atapnya yang aslinya terbuat dari ijuk, karena sudah lapuk diganti dengan seng. Memang, di Sumbar sejak belasan tahun terakhir sudah jarang terlihat bangunan beratap ijuk.

Bagi mereka yang baru pertama kali ke Payakumbuh dan tertarik berkunjung ke Masjid Gadang, mungkin akan mengalami kesulitan karena seperti telah ditulis di atas, letaknya bukan di pinggir jalan utama.

Kalau dari arah Bukittinggi, sekitar 1,5 kilometer sebelum pusat kota Payakumbuh, ada perempatan dan untuk ke masjid ambil yang belok kanan. Sayangnya papan petunjuk arah ke Masjid Gadang tidak  terlihat.

Rumah Gadang yang tidak jauh dari Masjid Gadang|dok. pribadi.
Rumah Gadang yang tidak jauh dari Masjid Gadang|dok. pribadi.

Sebagai cagar budaya, sebetulnya masjid ini bisa dijadikan objek wisata religi. Agar lebih dikenal, sebaiknya dibuat papan petunjuk arah yang menarik bagi orang yang melewati jalan utama.

Pemerintah atau penggiat pariwisata setempat perlu pula mempromosikan di media sosial atau mengadakan berbagai event di masjid tersebut.

Selain Masjid Gadang dan Rumah Gadang Tuangku Nan Lareh, saya juga melihat ada rumah gadang cantik yang dugaan saya merupakan rumah gadang lama yang  baru direnovasi.

Apakah rumah gadang tersebut boleh dikunjungi publik atau tidak, tidak saya dapatkan informasi, karena saat itu sangat sepi dan pagarnya tidak terbuka.

Bagaimanapun, semangat pemilik rumah untuk mempertahankan rumah gadang dengan melakukan renovasi, pantas diapresiasi.

Soalnya, seperti yang saya lihat di berbagai tempat di Sumbar, rumah gadang yang tua banyak yang terlantar dan dibiarkan lapuk begitu saja.

Sedangkan anak muda Minang lebih suka membangun rumah biasa, bukan rumah gadang. Memang, banyak gedung kantor di Sumbar yang atapnya mirip atap rumah gadang, tapi itu bukanlah rumah gadang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun