Contohnya, di sebuah kelompok ikatan alumni sekolah yang saya ikuti, ada beberapa orang yang aktif mencari informasi, siapa saja alumni sekolah tersebut yang tinggal di rumah yang kurang layak huni.
Kemudian, melalui grup media sosial akan dikumpulkan donasi dengan tujuan merenovasi rumah yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Grup alumni tersebut sebelumnya terpecah-pecah sesuai dengan angkatan atau tahun masuk sekolah. Nah, program bedah rumah ini awalnya merupakan program angkatan 90-an atau yang sekarang usianya berada di kisaran 40-an tahun.
Setelah adanya reuni akbar dua tahun lalu, di bentuk grup media sosial untuk lintas angkatan, termasuk para sesepuh yang sekarang berusia di atas 60 tahun, bahkan ada yang di atas 70 tahun.
Di sinilah terjadi miskomunikasi, para sesepuh yang tampaknya belum mengetahui latar belakang program bedah rumah, tiba-tiba merasa "ditodong" ketika di grup percakapan telah beredar daftar nama-nama yang memberikan donasi.
Beredar pula foto-foto program bedah rumah yang sudah berjalan serta rencana bedah rumah di tahap berikutnya, dengan harapan donasi akan mengalir lebih banyak.
Kebanyakan yang telah memberikan donasi adalah dari angkatan muda yang memang sudah sejak sebelumnya memahami program bedah rumah.
Lalu, ada komentar dari angkatan muda yang bernada menyindir kenapa angkatan senior belum tergerak untuk menyumbang.
Beberapa senior merasa tersinggung dan berkomentar lumayan keras, menganggap alumni angkatan lebih muda hanya meminta sumbangan saja dan tidak memusyawarahkan terlebih dahulu rancangan programnya.
Para senior ini dengan terbuka mengakui bahwa program amal berupa bedah rumah merupakan hal yang positif.Â
Hanya, soal tata krama saja yang dipermasalahkan, seharusnya sebelum meminta sumbangan, ada semacam pengantar yang menjelaskan ide awal program tersebut dan mohon izin angkatan senior agar diakomodasi di grup lintas angkatan.