Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Lewat Tol ke Palembang, Mobil Bergoyang di Jalan Berlubang

14 Januari 2022   09:00 Diperbarui: 17 Januari 2022   00:14 11925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah setahun saya menyimpan keinginan untuk menjajal jalan tol Bakauheni-Palembang, yang merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera. 

Pembangunan tol Bakauheni-Palembang temasuk cepat penyelesaiannya dibandingkan ruas lainnya di Sumatera. Hanya ruas Pekanbaru-Dumai, Binjai-Tebing Tinggi dan Banda Aceh-Sigli yang juga sudah beroperasi.

Jalan tol Bakauheni-Palembang tersebut telah digunakan sejak sekitar setahun lalu. Jadi, dari Jakarta ke Palembang sudah bisa sepenuhnya lewat jalan tol plus kapal untuk menyeberangi Selat Sunda.

Alhamdulillah, akhirnya, keinginan saya buat menjajal jalan tol tersebut kesampaian juga pada Senin (20/12/2021) lalu.

Tujuan saya sebetulnya ke Payakumbuh, Sumatera Barat, untuk suatu keperluan keluarga. Kebetulan ada saudara sepupu saya bersama suaminya yang akan mengendarai mobil dengan tujuan yang sama dan mengajak saya ikut.

Sebelum ada jalan tol Bakauheni-Palembang, pilihan utama bagi pengendara mobil pribadi lewat Bakauhehi-Kotabumi-Lahat-Lubuk Linggau-Muaro Bungo dan Padang. Jalur ini disebut juga jalur tengah.

Ada pula jalur barat lewat Bengkulu, tapi jarang dilalui kendaraan tujuan Padang karena jalannya lebih kecil dan di beberapa tempat agak lama menemukan pom bensin.

Sedangkan kalau lewat Palembang, sebelum ada jalan tol disebut sebagai lintas timur, menjadi pilihan utama bagi kendaraan yang ke Pekanbaru dan Medan, tapi bukan yang ke Padang.

Kondisi jalan tol yang rusak|dok: Lampungpro.co, dimuat suara.com dan saibumi.com
Kondisi jalan tol yang rusak|dok: Lampungpro.co, dimuat suara.com dan saibumi.com

Bagi yang pertama kali menjajal tol dari Bakauheni ke Palembang, dan sudah terbiasa melewati jalan tol di Pulau Jawa, jangan langsung tancap gas begitu memasuki tol.

Pengalaman saya yang juga sudah menjajal jalan tol Trans Jawa (Jakarta-Surabaya pulang pergi), ternyata agak berbeda dengan Trans Sumatera.

Ekspektasi yang tinggi akan menikmati mulusnya jalan tol, dikhawatirkan akan mengurangi kewaspadaan. Soalnya, di beberapa lokasi, mobil akan bergoyang melewati jalan yang berlubang. 

Baik, saya akan tulis soal lubang ini pada bagian lain. Saya akan kisahkan dulu awal keberangkatan saya. Kami begerak meninggalkan kawasan Tebet, Jakarta, pukul 05.20 sehabis salat subuh. 

Perjalanan sangat lancar sampai ke Merak, Banten. Sebelum masuk area pelabuhan, kami ikut pemeriksaan antigen dulu di sebuah pos dengan biaya Rp 79.000 per orang.

Hasil pemeriksaan dapat diproses secara cepat, sehingga pengendara bisa menunggu sambil istirahat atau bermain gadget.

Para penumpang bus yang akan menyeberang Selat Sunda pun juga ramai-ramai uji antigen. Ini terlihat ketika sebuah bus berhenti setelah kami selesai diperiksa.

Tentu, bila jumlah penumpang sekitar 30 orang dan sebagian besar diperiksa (kecuali yang sudah punya hasil pemeriksaan yang masih berlaku), membuat bus akan berhenti lama.

Saat naik kapal feri|dok pribadi
Saat naik kapal feri|dok pribadi

Alhamdulillah, kami bertiga semuanya negatif dalam arti tidak terpapar Covid-19 dan layak untuk meneruskan perjalanan.

Seharusnya kami membeli tiket kapal secara online, tapi saudara saya yang menyetir mobil memilih dipandu oleh seorang petugas dan menunggu saja di mobil.

Petugas itu barangkalali yang mengentri di gawainya. Yang jelas saudara saya memberi uang Rp 450.000, saya tidak tahu apakah itu tarif resmi atau sudah dilebihkan sedikit untuk si petugas.

Berikutnya, sekitar pukul 7.10 pagi kami sudah naik kapal, tapi masih menunggu cukup lama karena baru sekitar pukul 7.45 kapal betul-betul mulai berlayar.

Saya mengambil kesempatan untuk menikmati udara segar sambil mengambil beberapa foto dari atas kapal. Berjalan-jalan mengitari kapal yang terdiri dari beberapa lantai juga cukup mengasyikkan.

Setelah kapal berlabuh di Bakauheni, yang sudah masuk Provinsi Lampung, kembali membutuhkan waktu beberapa lama dalam memarkir kapal. Alhasil, baru pada pukul 9.45 kami keluar dari kapal dan melanjutkan perjalanan menuju Palembang.

Tidak terlihat jelas petunjuk jalan untuk masuk tol, sehingga kami sempat salah jalan dan bertanya pada seseorang, baru bertemu jalan yang benar.

Rest Area yang sepi|dok pribadi
Rest Area yang sepi|dok pribadi

Nah, di sinilah kami mulai sedikit kaget. Aspal jalan terlihat agak kasar, dugaan saya karena dibangun dengan konstruksi beton. Di beberapa tempat saya melihat ada perbaikan jalan. 

Saya juga tak melihat lampu jalan. Lubang-lubang di jalan sudah mulai kami temukan. Saya membuka laman berita daring di gawai. Ternyata berita tentang jalan tol Bakauheni-Palembang yang berlubang, memang banyak dikeluhkan pengguna jalan.

Saya membayangkan seandainya melaju di jalan tol itu pada malam hari dan dalam kondisi hujan, akan berisiko karena gelap dan kemungkinan lubang tertutup genangan air.

Padahal jalan tol ini relatif baru. Tapi, untunglah seperti telah saya singgung di atas, jalannya langsung diperbaiki. Mudah-mudahan pada libur lebaran mendatang, perbaikan sudah kelar.

Titik nol jalan tol berada di Bakauheni sejajar dengan Menara Siger yang merupakan ikon pariwisata Lampung. Titik akhir jalan tol berada di KM 373 yang sudah masuk kota Palembang.

Salah satu hal yang bagus bagi pengguna tol tujuan Palembang adalah terdapat rest area yang banyak. Rata-rata setiap 15-20 km ada rest area, tapi banyak yang sepi.

Memang, kendaraan yang lewat tidak sepadat Trans Jawa (bahkan Trans Jawa pun menurut saya sepi, kecuali pas libur panjang, diduga karena ongkos tol yang mahal).

Jembatan Ampera Palembang|dok. Sripoku.com-Tribun
Jembatan Ampera Palembang|dok. Sripoku.com-Tribun

Untuk menjajal tol Bakuheni-Palembang, ongkosnya menghabiskan Rp 339.000, di mana Rp 289.000 dibayar di Kayuagung (KM 330) dan Rp 50.000 dibayar di Palembang.

Setelah menemukan kondisi jalan yang relatif baik, kami kembali menemukan kondisi jalan yang banyak lubang dari KM 180 hingga KM 200. 

Sambil menikmati goyangan mobil, saya masih sempat melihat rest area yang cantik di KM 215 dengan bangunan khas Lampung yang unik. Tapi, setelah melewati banyak sekali rest area,  yang fasilitasnya paling lengkap dan ramai terdapat di KM 234. 

Kemudian saya juga melewati jembatan bagus dengan di KM 364, berbentuk mirip gapura seperti terlihat pada foto paling atas.

Namun, secara umum pemandangan sepanjang jalan tol relatif monoton dan cenderung membosankan. Yang lebih sering terlihat adalah semak belukar dan kadang-kadang area perkebunan kelapa sawit.

Rest Area KM 215 dengan desain unik|dok. Hutama Karya, dimuat liputan6.com
Rest Area KM 215 dengan desain unik|dok. Hutama Karya, dimuat liputan6.com

Padahal, kalau ke Palembang lewat jalan biasa, banyak sekali melihat rumah panggung khas Palembang. Apalagi kalau ke Padang lewat jalur tengah, terlihat gunung dan sungai yang lebih memanjakan mata.

Sekitar jam 13.30 kami sudah masuk kota Palembang. Kami melewati Jembatan Ampera dan terlihat jam yang tidak akurat. Kami lewat di sana pukul 15.26, tapi jam besar di jembatan ikonik dan bersejarah itu pukul 10.30.

Dari Palembang kami menuju Jambi, namun terjebak macet parah karena iring-iringan truk yang demikian banyak dan kondisi jalan (sudah bukan tol lagi) juga banyak lubang.

Jam 21.30 malam, pas melewati desa Sukamaju, Kabupaten Musi Banyuasin, kami berhenti dan menginap di sebuah hotel melati yang lumayan bersih.

Besoknya, kami start pukul 7 pagi dan sekitar 5 jam kemudian sampai di Jambi. Sempat main sebentar menikmati Kota Jambi, di antaranya melihat jembatan untuk pejalan kaki yang meliuk-liuk di atas Sungai Batanghari.

Jembatan untuk pejalan kaki di Jambi|dok. Muhammad Usman/detikTravel (detik.com)
Jembatan untuk pejalan kaki di Jambi|dok. Muhammad Usman/detikTravel (detik.com)

Kulaitas jalan di Provinsi Jambi terlihat lebih bagus dibanding Sumatera Selatan. 

Sekitar pukul 14.00 setelah makan siang di rumah makan Padang dan salat di sebuah masjid pinggir jalan, kami menuju Payakumbuh dengan melewati Muaro Bungo, Dharmasraya dan Sijunjung.

Sekitar pukul 01.00 kami sampai di Payakumbuh. Begitulah kisah perjalanan panjang kami, melelahkan tapi asyik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun