Ketiga, mungkin juga Presiden Jokowi belum puas dengan kinerja Tri Rismaharini, sehingga perlu diperkuat dengan wakil menteri yang dinilai mampu oleh Jokowi.
Dalam pemberitaan media massa, Tri Rismaharini relatif sering marah-marah sewaktu melakukan kunjungan kerja ke daerah. Hal ini oleh sebagian pengamat dipandang kurang baik.
Keempat, terkait dengan habisnya masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2022 mendatang, muncul spekulasi bahwa Tri Rismaharini yang sukses memimpin Surabaya, akan diplot jadi Plt. Gubernur.
Seperti diketahui, pilkada serentak baru akan digelar pada 2024 mendatang, sehingga selama 2 tahun, DKI Jakarta akan dipimpin seorang Plt. Gubernur.
Selama ini, ada kesan di masyarakat bahwa Anies Baswedan tidak terlalu kompak dengan Presiden. Apalagi kebijakan Anies relatif sering dikritisi oleh partai penguasa nasional, PDI Perjuangan.
Nah, bila Risma yang berada di posisi orang nomor satu di DKI Jakarta, diharapkan koordinasi pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta akan lebih baik.
Kalau dugaan di atas benar, Wakil Menteri Sosial bisa saja akan menjadi Menteri Sosial pengganti Tri Rismaharini.
Seorang menteri yang kemudian menjadi gubernur tidak bisa diartikan sebagai turun jabatan, karena kewenangan gubernur relatif luas.
Tak heran, seorang Khofifah Indar Parawansa memilih melepas jabatan Menteri Sosial agar mampu merebut kursi Gubernur Jawa Timur.
DKI Jakarta dan Jawa Timur merupakan provinsi yang "gemuk" dilihat dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kembali ke pokok masalah, apakah penambahan wakil menteri baru akan bernuansa politis atau sekadar langkah pragmatis, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya, setelah pelantikan Wakil Menteri Sosial.