Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemekaran Wilayah dan Tumpang Tindih Nama Daerah

15 Juli 2022   10:26 Diperbarui: 15 Juli 2022   21:58 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Gubernur Jambi|dok. radarjambi.co.id

Pemekaran wilayah bukanlah hal yang baru di negara kita. Sejak zaman Presiden Soekarno pun sudah ada. Sebagai contoh, pada tahun 1957 Provinsi Sumatera Tengah dipecah tiga menjadi Sumbar, Riau, dan Jambi.

Hanya saja, harus diakui di awal periode reformasi, pemekaran wilayah, terutama pembentukan kabupaten dan kota baru, cukup banyak terjadi.

Bahkan, saking banyaknya, banyak pengamat yang menilai sudah kebablasan. Akhirnya, pemerintah pusat melakukan moratorium atas usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).

Namun, seperti kita ketahui, baru-baru ini ada pengecualian untuk Provinsi Papua, di mana ada pemekaran dengan membentuk 3 DOB level provinsi.

Dengan demikian, jumlah provinsi di tanah air tidak lagi 34, melainkan 37. Itu pun kabarnya masih ada pemekaran di Provinsi Papua Barat.

Tulisan ini tidak akan membahas lebih lanjut soal pembentukan DOB. Tapi, ada yang menarik soal penamaan daerah otonom yang sebagian di antaranya terkesan tumpang tindih.

Contohnya, Kota Malang dan Kabupaten Malang, meski sama-sama pakai nama Malang, jelas daerah otonom yang berbeda. 

Makanya, jika seseorang menyebut Malang sebagai nama sebuah daerah, harus dipastikan Malang yang mana yang dimaksudkannya?

Barangkali agar tidak rancu, Pemerintah Kabupaten Malang pernah berinisiatif mengubah namanya menjadi Kabupaten Kepanjen, sesuai dengan kedudukan ibu kota Kabupaten Malang.

Memang, Bupati Malang tidak berkantor di Kota Malang (dan memang tidak boleh karena itu berada di bawah kekuasaan Wali Kota Malang), namun di kota Kepanjen.

Kota Kepanjen tersebut terletak di bagian selatan Kabupaten Malang (20 km dari kota Malang). Bagi penggemar klub Arema FC, pasti tahu bahwa markas Arema tersebut adalah Stadion Kanjuruhan yang terletak di Kepanjen.

Sayangnya, ide Bupati Malang untuk mengubah nama kabupaten, ditolak oleh DPRD Jatim (kominfo.jatimprov.go.id, 24/9/2021).

Nama yang tumpang tindih terdapat pula pada nama provinsi yang sekaligus nama kota. Misalnya, Jambi sebagai nama kota, bisa pula sebagai nama provinsi. Demikian juga untuk  Bengkulu, Yogyakarta, dan Gorontalo.

Bahkan, untuk Gorontalo kasusnya lebih rumit, karena selain jadi nama kota dan nama provinsi, juga menjadi nama kabupaten.

Ceritanya, setelah Kabupaten Gorontalo dimekarkan dengan pembentukan DOB Kota Gorontalo, nama kabupatennya tidak diubah, meski ibukotanya pindah dari Gorontalo ke Limboto.

Ada lagi contoh yang unik si Sumatera Barat. Di Ranah Minang itu ada daerah otonom Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Padang Pariaman.

Kemudian, ada juga yang kasusnya mirip dengan Malang yang ditulis sebelumnya, di mana nama Solok dipakai baik untuk Kota Solok maupun Kabupaten Solok.

Kota Solok merupakan pemekaran dari Kabupaten Solok dengan diresmikannya Kotamadya Solok pada tahun 1970. 

Peresmian Kota Solok bersamaan dengan Kota Payakumbuh yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Limapuluh Kota.

Beruntunglah Kabupaten Limapuluh Kota yang tidak mengambil nama ibu kota kabupaten sebagai nama kabupaten seperti di Solok, sehingga tak ada tumpang tindih nama waktu dimekarkan.

Nah, seandainya moratorium pembentukan DOB sudah dicabut, daerah-daerah yang lagi berjuang membentuk DOB perlu menyiapkan nama DOB yang tidak mengandung tumpang tindih.

Bagi yang sudah terlanjur, memang prosedur untuk mengubah nama agak sulit. Meskipun ada contoh Kota Makassar yang dulu mengubah nama jadi Ujung Pandang dan kembali ke Makassar lagi.

Masalah nama Makassar bukan soal tumpang tindih, tapi berkaitan dengan perluasan Kota Makassar yang mengambil sebagian daerah di kabupaten tetangganya.

Mengubah nama daerah otonom, jika berhasil, tentu banyak konsekuensinya. Papan nama di berbagai kantor dan gedung harus diganti, demikian juga alamat dalam surat menyurat.

Namun, jika dimungkinkan, perubahan nama untuk beberapa daerah sebaiknya dilakukan agar tidak lagi tumpang tindih yang bisa membingungkan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun