Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wujudkan Penyandang Disabilitas Jadi Aset Bangsa, Bukan Beban

8 Desember 2021   06:57 Diperbarui: 8 Desember 2021   07:06 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengguna kusi roda naik ke dalam bus yang ramah disabilitas|dok. TEMPO/Cheta Nilawaty, dimuat tempo.co

Hari Disabilitas 2021 yang kita peringati pada 3 Desember yang lalu, merupakan momentum untuk merenungkan kembali, apa yang perlu kita lakukan agar saudara-saudara kita penyandang disabilitas bisa merasakan kehidupan yang lebih baik.

Perlu diketahui, peringatan hari disabilitas tersebut bukan bersifat nasional di Indonesia saja, tapi bersifat internasional. 

Adalah PBB yang menggagas Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 1992, sedangkan Indonesia baru meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas melalui UU No 19/2011.

Secara regulasi, memang sudah ada perbaikan bagi hak penyandang disabilitas di negara kita. Tapi, dalam pelaksanaannya, banyak hal yang perlu diperbaiki dan kita perlu belajar dari negara lain yang telah memperlakukan kaum disabilitas dengan baik.

Selama ini, disadari atau tidak, kita terperangkap dengan cara pandang dikotomis, dengan mengelompokkan orang menjadi orang normal dan orang tidak normal, berdasarkan kondisi fisik atau anggota tubuhnya.

Bagi sebagian orang, mungkin niatnya baik karena berkeinginan untuk "memperbaiki" tubuh seseorang. Tapi, justru inilah yang jadi masalah.

Seperti ditulis Sahid Hadi (Kompas, 7/12/2021), disabilitas terjadi karena faktor lingkungan dan sosial yang tak aksesibel bagi keberagaman setiap orang. 

Karena itu, bukan tubuh yang perlu diperbaiki, melainkan situasi lingkungan dan sosial yang perlu disesuaikan. Dan itu tidak cukup menjadi tugas pemerintah semata, tapi butuh dukungan masyarakat sepenuhnya. 

Makanya, jangan memaksa tuna netra untuk membaca dokumen, tapi sediakan dokumen dalam format audio atau dalam versi braille. Demikian pula penggunaan bahasa isyarat, sangat penting bagi orang dengan gangguan pendengaran yang permanen.

Lalu, tentang fasilitas di tempat umum, banyak hal yang perlu diadakan. Contohnya, fasilitas khusus di toilet yang ada di mal, masjid, dan tempat umum lainnya.

Di kendaraan umum, tidak hanya diperlukan alokasi kursi khusus disabilitas, tapi akses ke stasiun kereta api atau halte bus, bagi disabilitas juga diperlukan.

Berikutnya, sediakanlah jalan yang landai bagi pengguna kursi roda dan jalur di trotoar bagi pejalan kaki tuna netra yang menggunakan tongkat.

Fasilitas di atas, sebagian sudah ada di sejumlah tempat. Masalahnya, ada yang sekadar pemanis, seperti guiding block yang tidak sesuai dengan kebutuhan tunanetra, yang terpasang di jalur pejalan kaki di sekitar Kebun Raya Bogor (liputan6.com, 29/3/2021).

Ada guiding block yang menabrak tembok, ada yang di tengah-tengahnya dipasang lampu taman yang dapat membahayakan tuna netra.

Seorang pekerja disabilitas|dok. beritajateng.net
Seorang pekerja disabilitas|dok. beritajateng.net

Seorang disabilitas perlu diberikan kesempatan untuk bekerja di berbagai bidang. Jangan terlalu cepat berpikiran bahwa kaum disabilitas tidak akan mampu bekerja dengan baik.

Mengacu kepada regulasi dari pemerintah, sekarang di kantor-kantor ada alokasi buat pekerja disabilitas. Rekrutmennya tetap dilakukan melalui seleksi.

Tidak hanya di instansi pemeritah, di beberapa perusahaan swasta pun, sudah mulai terlihat menerima pekerja disabilitas. Sebuah jaringan minimarket terkenal, kasirnya ada yang disabilitas dan terbukti mereka mampu bekerja sesuai standar.

Sayangnya, masih lebih banyak perusahaan yang belum mau mempekerjakan pekerja disabilitas. Ini berkaitan dengan pandangan yang keliru, bahwa orang disabilitas akan menjadi beban bagi organisasi.

Kekeliruan itu bahkan sudah dimulai lebih awal, sejak anak-anak disabilitas menempuh pendidikan di sekolah umum. Tidak hanya fasilitas bagi murid disabilitas yang jadi masalah, tapi juga pandangan yang merendahkan dari teman dan bahkan juga dari gurunya.

Di dunia olahraga, mulai terlihat peningkatan perhatian terhadap atlet disabilitas, dengan adanya ajang paralimpik, baik di level nasional maupun internasional.

Kesimpulannya, dengan adanya UU yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, perhatian terhadap kaum difabel mulai membaik. Tapi, UU tersebut belum sepenuhnya terlaksana dan agak sulit memantau pelaksanaannya

Selain itu, yang terpenting bukan hanya dari sisi regulasi karena stigma dari masyarakat umum yang memandang rendah kaum disabilitas masih menjadi penghalang utama.

Ini yang mendorong rendahnya tingkat pendidikan anak-anak disabilitas yang kelak juga berpengaruh pada kesulitan mendapatkan pekerjaan. 

Buntutnya lagi, tingkat kesejahteraan kaum disabilitas menjadi relatif rendah. Tak heran, bila sebagian warga disabilitas memilih untuk menengadahkan tangan.

Tak ada cara lain, mari kita hilangkan stigma negatif tersebut dan tidak bersikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Semua ini membutuhkan upaya kolektif dari semua elemen masyarakat dan menjadi tanggung jawab kita bersama.

Saudara-saudara kita penyandang disabilitas perlu mendapatkan pendidikan yang baik dan pekerjaan yang layak. Kaum disabilitas menjadi aset bangsa, bukan beban, kenapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun