Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mendadak Ngantor Saat Liburan, "Palu Makan Paku, Paku Makan Papan"

18 November 2021   10:42 Diperbarui: 18 November 2021   11:21 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. iStockPhoto, dimuat liputan6.com

Ada aturan baru dalam hubungan antara atasan dan bawahan di Portugal yang pantas bikin iri para karyawan di Indonesia. 

Aturan tersebut dijuluki "hak untuk istirahat". Intinya, bos dilarang menghubungi stafnya di luar jam kerja, baik melalui telepon, pesan teks, maupun email.

Ternyata tidak hanya Portugal yang seperti itu. Perancis, Spanyol, Jerman dan Korea Selatan diberitakan sejumlah media daring juga sudah menerapkannya.

Apakah Indonesia akan mengikuti jejak Portugal? Belum ada tanda-tanda ke arah itu. Namun, kalau itu terjadi, jelas akan mejadi kabar gembira bagi karyawan pada umumnya, dan khususnya bagi karyawan di lapisan bawah.

Betapa tidak. Selama ini banyak karyawan yang deg-degan bila dihubungi bosnya di luar jam kerja. Dan karyawan seakan tak punya pilihan lain selain menjawab: "ya, bapak" atau "siap, bapak".

Begitulah, dengan budaya feodal yang belum sepenuhnya terkikis, penghormatan bawahan ke atasan terkesan berlebihan.

Demikian pula dari sisi atasan, seolah-olah atasan berhak memberikan perintah apa pun kepada bawahannya, bahkan adakalanya untuk keperluan pribadi si atasan.

Bayangkan, betapa tidak enaknya saat asyiknya ngobrol-ngobrol di acara keluarga, tiba-tiba harus segera ke kantor.

Yang lebih parah, bila bosnya pemarah, sudah memberi instruksi mendadak, disertai dengan kata-kata yang bikin kuping merah.

Bawahan hanya bisa ngomel dalam hati. Celakanya, bila istri atau anaknya sedikit bikin kesalahan, pelampiasan kekesalan bisa ditumpahkan ke istri atau anak.

Akibatnya, drama rumah tangga pun terjadi. Sangat tidak sepadan bila kesalahan kecil si istri dibalas dengan kemarahan yang meluap (yang sebetulnya berupa kemarahan pada bosnya).

Sekarang, coba kita lihat dari sisi si bos, ceritanya jadi lain. Bos-bos yang sering menelpon bawahan di luar jam kerja mungkin akan menolak aturan seperti Portugal bila diterapkan pula di Inodonesia.

Bos-bos menilainya sebagai sebuah mimpi buruk. Disebut bos-bos, karena hirarkinya relatif panjang dari bos paling besar hingga bos paling kecil.

Pokoknya, dalam hal ini semua yang sudah punya anak buah, bisa dianggap sebagai bos. Meskipun juga sekaligus jadi anak buah karena masih punya atasan lagi.

Sebagai contoh, di perusahaan kelas menengah ke atas, biasanya hirarkinya sebagai berikut: direktur utama, direktur bidang, kepala divisi, kepala bagian, kepala seksi, dan karyawan biasa.

Ada pula perusahaan yang memakai jabatan "wakil", sehingga ada yang namanya wakil direktur utama, deputi direktur, wakil kepala divisi, dan seterusnya. 

Tentu, bila di setiap posisi ada wakilnya, hirarki instruksi dari atasan ke bawahan, akan semakin panjang. Demikian pula hirarki laporan dari bawahan ke atasan.

"Palu makan paku, paku makan papan", adalah sebuah prinsip yang lazim di perusahaan dengan hirarki yang panjang.

Maksudnya, bila bos besar memeberi perintah atau marah ke bos sedang, maka  bos sedang akan meneruskan instruksi atau kemarahan itu ke bos kecil.

Selanjutnya bos kecil akan melakukan hal yang sama ke karyawan. Karyawanlah yang jadi "papan" sebagai korban terakhir.

Tak ada yang namanya direktur utama menelpon kepala seksi, mungkin juga si bos besar itu tidak kenal. Jadi, instruksinya disampaikan ke direktur atau ke kepala divisi.

Nah, si kepala divisi segera menghubungi kepala bagian dengan mewanti-wanti agar kepala bagian jangan menyerahkan saja pada anak buah, tapi ikut memantau.

Kemungkinan si kepala divisi tidak akan datang ke kantor di hari libur jika sudah yakin bisa ditangani si kepala bagian dengan baik. 

Lazimnya, anak buah dari kepala bagian itu yang buru-buru ke kantor dan tunggang langgang bekerja. Sedangkan si kepala bagian akan menengok  kemudian sekadar mengontrol.

Yang penting, hasil pekerjaan akan dilaporkan bawahan kepada kepala bagian, lalu dari kepala bagian ke kepala divisi, selanjutnya kepala divisi menyampaikan ke direktur dan direktur utama.

Nah, begitulah mekanisme "palu makan paku, paku makan papan" itu. Seperti ditulis di atas, papan adalah "korban" terakhir sekaligus menjadi pelaksana utama.

Kalau perintah ke bawahan diberikan berupa pesan tertulis, ini masih lumayan nyaman, karena ada waktu berpikir untuk membalas pesan tersebut.

Tapi, kalau instruksi via telpon, tak bisa lain, harus dijawab seketika. Tanpa berpikir panjang, jawabannya ya itu tadi, "siap, bapak".

Bagi karyawan yang cerdas, sewaktu bos menelpon dan sebelum diangkat, sudah menduga kira-kira apa yang akan disampaikan bos.

Biasanya bos menelpon berhubungan dengan pekerjaan yang belum tuntas atau yang baru diserahkan sebelum pulang ke rumah.

Namun, bila ada instruksi baru yang tak terduga, ini yang bikin kelabakan. Masalahnya, kalaupun tugas baru itu di luar job description si bawahan, alasan ini jarang dipakai.

Sekiranya punya bos yang tidak terlalu bergaya ngebos, tak ada salahnya bawahan menjawab bahwa hal itu bukan tugasnya.

Kembali ke soal peraturan kerja, diduga di Indonesia belum akan diterapkan gaya Portugal di atas. Tinggal yang diharapkan adalah kesadaran para bos agar menghargai hak pekerja untuk istirahat.

Bos harus lebih sungguh-sungguh dalam menerapkan manajemen waktu. Janganlah dengan dalih menjamu rekan bisnis pada siang sampai sore, lalu baru mengajak rapat anak buahnya pada malam hari.

Padahal, anak buahnya harus masuk kantor lagi besok pagi. Sedangkan si bos, tak ada yang melarang bila datang jam 11 siang.

Hubungan kerja yang sehat antara atasan dan bawahan akan menjadi salah satu modal bagi keberhasilan institusi atau perusahaan.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun