Sekarang, coba kita lihat dari sisi si bos, ceritanya jadi lain. Bos-bos yang sering menelpon bawahan di luar jam kerja mungkin akan menolak aturan seperti Portugal bila diterapkan pula di Inodonesia.
Bos-bos menilainya sebagai sebuah mimpi buruk. Disebut bos-bos, karena hirarkinya relatif panjang dari bos paling besar hingga bos paling kecil.
Pokoknya, dalam hal ini semua yang sudah punya anak buah, bisa dianggap sebagai bos. Meskipun juga sekaligus jadi anak buah karena masih punya atasan lagi.
Sebagai contoh, di perusahaan kelas menengah ke atas, biasanya hirarkinya sebagai berikut: direktur utama, direktur bidang, kepala divisi, kepala bagian, kepala seksi, dan karyawan biasa.
Ada pula perusahaan yang memakai jabatan "wakil", sehingga ada yang namanya wakil direktur utama, deputi direktur, wakil kepala divisi, dan seterusnya.Â
Tentu, bila di setiap posisi ada wakilnya, hirarki instruksi dari atasan ke bawahan, akan semakin panjang. Demikian pula hirarki laporan dari bawahan ke atasan.
"Palu makan paku, paku makan papan", adalah sebuah prinsip yang lazim di perusahaan dengan hirarki yang panjang.
Maksudnya, bila bos besar memeberi perintah atau marah ke bos sedang, maka  bos sedang akan meneruskan instruksi atau kemarahan itu ke bos kecil.
Selanjutnya bos kecil akan melakukan hal yang sama ke karyawan. Karyawanlah yang jadi "papan" sebagai korban terakhir.
Tak ada yang namanya direktur utama menelpon kepala seksi, mungkin juga si bos besar itu tidak kenal. Jadi, instruksinya disampaikan ke direktur atau ke kepala divisi.
Nah, si kepala divisi segera menghubungi kepala bagian dengan mewanti-wanti agar kepala bagian jangan menyerahkan saja pada anak buah, tapi ikut memantau.