Soalnya, masyarakat yang menabung di BPR relatif sedikit, itu pun dengan saldo kecil. Sehingga, agar punya dana untuk diputar sebagai kredit, BPR meminjam ke bank umum.
Tentu, BPR akan mengenakan bunga tinggi ke peminjamnya, lebih tinggi dari bunga pinjaman yang harus dibayar BPR kepada bank umum.
Akhirnya, lembaga yang berperan menutup kebutuhan pendanaan bagi pelaku usaha mikro yang belum kebagian KUR, justru penyedia aplikasi pinjaman online (pinjol).
Tanpa seleksi yang ketat, pinjol seolah jadi penyelamat. Tapi, sebagian nasabah malah merasa terjebak karena ketika menunggak, bunganya bisa membengkak berlipat-lipat dari utang semula.
Fenomena pinjol sepertinya tak terhindarkan, tapi jangan sampai pelaku UMKM terjebak menjadi nasabah pinjol ilegal.
Inilah dilema di balik kesuksesan KUR, jangan sampai fenomena kanibalisme dengan produk kredit non-subsidi berlanjut.Â
Perwakilan bank-bank yang punya produk kredit UMKM perlu duduk bersama dengan pemerintah agar gap antara bunga pinjaman yang disubsidi dengan yang tidak disubsidi bisa diperkecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H