Seperti diketahui, BRI sudah lama dikenal sebagai bank yang dominan dalam memberikan kredit pada segmen UMKM, karena jaringan kantornya sampai ke level kota kecamatan di seluruh Indonesia.
Istilah kanibalisme di bank biasanya mengacu pada peningkatan kinerja pada suatu produk tapi dengan mengorbankan produk lain dari bank yang sama.
Jadi, secara total tidak ada peningkatan kinerja, hanya semacam pidah kantong saja, dari kantong kiri ke kantong kanan.
Dengan adanya KUR yang suku bunganya rendah karena disubsidi, maka produk kredit BRI untuk pelaku usaha mikro yang dinamakan Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) akan terdesak.
Soalnya, Kupedes mengenakan suku bunga komersial kepada nasabahnya. Meskipun demikian, karena tingkat pengembalian kredit yang baik, sebetulnya bunga Kupedes tidak begitu memberatkan konsumen.
Tapi, realistis saja, begitu konsumen punya pilihan baru dengan bunga yang lebih rendah, ya akhirnya mereka memilih melunasi Kupedes dengan mengajukan pinjaman KUR.
Tak dapat dipungkiri, KUR sangat berjasa telah menjadi penyelamat dalam memberikan pendanaan bagi jutaan pelaku UMKM di seluruh Indonesia
Di lain pihak, secara teori, pemberian subsidi berpotensi "merusak" persaingan dengan bank yang juga punya produk kredit untuk segmen UMKM.
Padahal, kemampuan anggaran negara juga terbatas, mau tak mau pemerintah tak bisa jalan sendiri, perlu bantuan bank lain untuk bersama-sama mengucurkan kredit UMKM.
Sebetulnya, ada juga  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di kota-kota kecamatan. Nasabah BPR banyak yang jadi pelaku UMKM.Â
Tapi, BPR itu sendiri punya dana yang terbatas dan karena itu BPR memeberikan kredit dengan bunga yang lebih mahal ketimbang bank umum.