Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

WFO Lagi, "Tua di Jalan" Jangan Jadi Beban

11 November 2021   12:05 Diperbarui: 11 November 2021   12:12 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemacetan di Jakarta | dok. okezone.com

Kalau saya ada keperluan ke kantor bank tempat saya membuka rekening, saya sering dilayani dengan baik oleh seorang officer yang sebut saja namanya Tini.

Sejak era pandemi, di mana karyawan kantor sebagian bekerja di rumah, setiap mau ke bank, saya akan bertanya ke Tini, apakah ia lagi bekerja di kantor atau di rumah.

Kalau ia lagi di kantor, saya akan menemuinya. Selain meminta agar ia mencetak rekening koran dari akun saya di bank tersebut, saya sekaligus akan konsultasi tentang instrumen keuangan yang layak dibeli, seperti obligasi dan reksadana.

Kebetulan bank tersebut juga bertindak sebagai agen penjual dari produk-produk di atas. Semua layanan yang saya terima dari Tini, bisa saja dilakukan secara online, tapi saya secara pribadi lebih puas bila bertemu langsung.

Nah, sejak Oktober lalu, Tini mengatakan di bank tersebut tak ada lagi yang bekerja dari rumah. Artinya semua karyawan kembali WFO (work from office atau bekerja dari kantor).

Kantor tempat Tini bekerja berada lantai dasar sebuah gedung tinggi di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Kalau melihat betapa padatnya lalu lintas di Jakarta pada pagi dan sore hari, gampang ditebak, tampaknya sebagian besar kantor sudah beroperasi seperti sebelum pandemi.

Ya, pada akhirnya banyak perusahaan yang memilih sepenuhnya WFO seiring dengan semakin berkurangnya kasus baru Covid-19 di negara kita.

Tentu protokol kesehatan tetap perlu dipatuhi, seperti kewajiban memakai masker dan pengecekan suhu tubuh secara otomatis ketika lewat pintu masuk gedung perkantoran.

Dapat dimengerti kenapa WFO menjadi pilihan. Itu karena yang mengambil keputusan tentu para petinggi di setiap perusahaan yakni Direksi dan Komisaris.

Para petinggi merasa lebih nyaman kalau bekerja di kantor karena mendapat fasilitas yang relatif mewah. 

Menerima tamu untuk membicarakan soal bisnis pun akan lebih enak dilakukan di kantor daripada berbicara dengan videocall.

Jika ada apa-apa berkaitan dengan dokumen yang harus ditandatangani, sekretarisnya tinggal memanggil staf untuk menghadap si bos menjelaskan permasalahan dan solusinya.

Para bos juga tidak terlalu lama terjebak dalam kemacetan lalu lintas karena rumahnya masih terbilang di pusat kota, bukan kawasan pinggiran seperti para karyawan.

Lagi pula, bos hanya tinggal duduk manis dalam mobil mewahnya sambil membaca koran pagi, karena ada supir kantor yang setia mengantarkannya ke mana saja.

Namun, dengan kembali bekerja secara penuh di kantor, ceritanya bisa jadi akan berbeda jika dilihat dari sisi para karyawan.

Sebagian karyawan berharap akan tetap ada yang diperkenankan bekerja dari rumah, meskipun misalnya pandemi sudah berakhir.

Apalagi bagi karyawan yang sekaligus juga seorang ibu yang punya anak kecil, terasa sekali nyamannya berkerja di rumah karena bisa sambil mengawasi anak. 

Memang, adakalanya bekerja di rumah yang selalu stand by dengan membuka laptop atau telpon genggam, akan terasa jenuh juga.

Sesekali perlu juga berhaha-hihi dengan teman-teman di kantor sambil mengudap camilan atau pergi makan siang bareng.

Makanya, pola bergiliran antara WFO dan WFH dirasa lebih ideal, yang bagaimana pengaturan gilirannya diserahkan pada kebijakan masing-masing kantor.

Dengan mempertahankan WFH, logikanya akan terjadi penghematan yang signifikan, baik bagi karyawan, maupun bagi perusahaan.

Bagi karyawan paling tidak, tak lagi mengeluarkan uang transport dan makan siang cukup dengan mengolah bahan yang ada di rumah.

Hemat waktu, juga menjadi keuntungan tersendiri, karena waktu yang dialokasikan buat perjalanan dari dan ke kantor bisa digunakan buat kegiatan lain.

Syukur-syukur kegiatan lainnya itu semacam pekerjaan sampingan yang dilakukan secara online dan bisa menghasilkan uang. 

Bagi perusahaan pun juga terdapat penghematan, seperti pada penggunaan listrik, air, kertas, dan sebagainya.

Tapi begitulah, selagi masih berstatus sebagai anak buah, harus patuh pada ketentuan yang berlaku di tempat bekerja.

Hanya saja, seperti telah disinggung di atas, bagi warga Jakarta dan sekitarnya, termasuk beberapa kota besar lain di tanah air, dengan sepenuhnya WFO harus siap-siap untuk "tua di jalan".

"Tua di jalan" tak terelakkan, karena sekitar 2 jam di pagi hari dan 2 jam di sore atau malam hari merupakan waktu yang terbuang bagi warga Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang yang bekerja di Jakarta.

Nah, kalau 4 jam sehari, itu sama dengan berapa hari bila dihitung dalam sebulan, atau berapa bulan bila dihitung dalam setahun.

Namun, sebetulnya segala sesuatu tergantung bagaimana kita memandangnya. Makanya, jika terjebak kemacetan, nikmati saja, jangan jadikan sebagai beban.

Jika tidak dalam posisi mengemudi kendaraan, bukankah waktu yang terbuang itu bisa diisi dengan membaca, berselancar di dunia maya, atau membayar utang tidur?

Sedangkan bagi yang mengemudi, bisa dilakukan sambil mendengar musik, asal tetap berkonsentrasi. 

Selamat WFO bagi yang terkena peraturan seperti itu di kantornya.

Ilustrasi WFO | dok. Medcom.id
Ilustrasi WFO | dok. Medcom.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun