Kemudian, ada kompetisi pada Popda atau Pekan Olahraga Pelajar Daerah untuk menjaring bakat-bakat terbaik.
Jadi, Jawa Barat tidak tergiur untuk melakukan "pembajakan" atlet daerah lain yang menonjol dengan memberikan iming-iming tertentu.
Jawa Barat juga berhasil memproteksi agar atletnya tidak dibajak oleh provinsi lain, antara lain dengan memberikan perhatian dan penghargaan yang memadai.
Hebatnya, Jawa Barat tidak sekadar juara umum. Beberapa rekor nasional, bahkan rekor Asia, dipecahkan oleh atlet Jawa Barat.
Rekor nasional lari 100 meter putri yang selama 20 tahun dipegang Irene Truitje dengan waktu 11,74 detik, dipecahkan Tyas Murtiningsih dari Jawa Barat dengan waktu 11,67 detik.
Sedangkan pemecahan rekor Asia terjadi pada cabang angkat besi atas nama Susi Susanti pada kelas 52 kg jenis angkatan deadlift. Total angkatan Susi mencapai 197,5 kg.
Atletik yang merupakan "ibu" dari semua cabang olahraga dan sekaligus menyediakan banyak medali emas, memang menjadi salah satu cabang andalan bagi Jawa Barat.
DKI Jakarta, provinsi yang paling sering juara umum PON, kali ini harus puas menduduki peringkat kedua. Hal ini masih lebih baik ketimbang peringkat 3 pada PON 2016 di bawah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Jawa Timur yang menduduki peringkat ketiga, sedikit kurang beruntung, hanya terpaut 1 medali emas dengan DKI Jakarta yang memeperoleh 111 medali emas.
Namun demikian, Jawa Timur pantas berbangga karena di cabang tertentu terlihat dominan, antara lain renang dan panahan.
Tuan Rumah Papua berhasil membuat lonjakan prestasi yang luar biasa dengan menduduki peringkat 4 atau yang terbaik di luar Jawa.