Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepala Sama Berbulu, Pendapat Berbeda-beda, Apalagi Pendapatannya

5 November 2021   09:00 Diperbarui: 5 November 2021   09:04 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbeda pendapat|dok. istimewa/madaninews.id

Pepatah Minang mengatakan "kapalo samo babulu, pandapek balain-lain" yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia "kepala sama berbulu, pendapat berbeda-beda".

Kalau sedikit nyeleneh, bisa pula ditambahkan dengan "pendapatan pun berbeda-beda", dalam arti tingkat kesejahteraan di antara kita tidak sama.

Namun demikian, belum tentu pendapat orang yang paling kaya (dilihat dari hartanya) yang paling benar. 

Hanya saja, terlepas dari soal salah benar, biasanya kalau orang berpunya yang ngomong, akan disimak dengan baik oleh yang lain.

Tapi, pengertian kaya tidak selalu dilihat dari sisi harta. Mereka yang kaya pengetahuan, kaya kebijaksanaan, kaya dengan hati nurani, perlu disimak apa pendapatnya.

Bisa jadi, awalnya kita mengira pendapatnya kok melenceng jauh dari apa yang kita pikirkan.

Coba renungkan sekali atau dua kali lagi, siapa tahu, pendapat mereka bisa kita terima dan telah mempertimbangkan berbagai hal.

Soal siapa berpendapat apa, sekarang menjadi hal yang perlu dicermati sejak hampir semua orang punya grup percakapan di media sosial.

Diskusi di grup percakapan tak jarang menjadi ricuh, gara-gara pendapat yag dilontarkan seorang anggota ditanggapi dengan nada penolakan oleh yang lain.

Menolak dengan kalimat halus sebetulnya masih bisa ditolerir. Tapi, bila disampaikan dengan bahasa yang kasar, jelas membakar emosi orang yang dituju.

Celakanya, harusnya yang ditolak hanya terbatas pada pendapat seseorang. Namun, penolakan itu jadi melebar karena menyinggung pribadi seseorang atau bahkan membongkar aib masa lalu orang lain.

Dan soal siapa yang berkata kasar di media sosial, ternyata bisa dilakukan oleh orang yang terdidik secara formal dan punya kedudukan di sebuah institusi.

Demikian pula orang yang tua secara usia, tak semua pasti lebih bijak. Ada yang membangga-banggakan jabatan yang dulu pernah diembannya untuk meyakinkan anggota lain bahwa pendapatnya paling benar. 

Soal adu kebanggaan ini, memang sangat mewarnai grup percakapan di media sosial. Tak sekadar apa yang dimakan atau tempat apa yang dikunjungi yang dipamerkan.

Para remaja cenderung membanggakan penampilannya, makanya memposting foto sendiri sering mereka lakukan.

Tapi, mereka yang sudah setengah baya akan saling bercerita soal pengalaman, yang secara implisit menggambarkan "tahta" yang pernah didudukinya dan harta yang diperolehnya.

Selain itu, pada grup yang anggotanya heterogen, sering beberapa anggota kurang peka, kurang menenggang perasaan teman yang berbeda agama, berbeda suku, atau berbeda profesi dan status sosial.

Contohnya, ada anggota yang sering mengirim konten dakwah Islam. Baik-baik saja sebetulnya, tapi lebih baik lagi anggota yang sama-sama membutuhkan konten pengajian membuat grup tersendiri.

Sebaliknya, ada pula anggota yang sering mengirim lelucon yang nyerempet pornografi. Padahal, sebagian anggota merasa risih, namun tidak berani berkomentar.

Demikian pula mereka yang gemar memanfaatkan grup media sosial yang heterogen untuk tujuan politik, membuat mereka yang pilihan politiknya berbeda jadi tidak nyaman.

Begitulah, percakapan di grup media sosial dengan anggota yang heterogen dari sisi agama, suku, pekerjaan, usia, gender, hobi, menjadi grup yang rawan merusak toleransi gara-gara didominasi oleh anggota yang vokal.

Bila anggota yang vokal ditantang oleh anggota lainnya yang juga tak kalah vokal, kondisi makin rumyam.

Akhirnya mereka yang selama ini diam dan merasa terganggu satu persatu keluar dari grup percakapan.

Seperti sudah disinggung di awal tulisan ini, sah-sah saja ada pendapat yang berbeda. Tapi, jangan saling mengumbar emosi, sehingga komentarnya cenderung kasar dan mem-bully.

Jiwa besar untuk menghargai pendapat orang lain dan tidak merasa benar sendiri, sangat penting dipahami semua anggota.

Kesadaran tentang kesantunan berbahasa serta menyadari heterogenitas juga penting agar tidak ada anggota yang tersakiti hatinya.

Saling berpendapat secara sehat, itulah yang harus dikedepankan di dunia nyata dan dunia maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun