Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Semua Orang Punya Nama, Jangan Panggil Si Unyil atau Si Ndut

4 September 2021   13:59 Diperbarui: 4 September 2021   14:00 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin tidak semua orang memahami apa itu perundungan. Apalagi istilah ini relatif baru sebagai terjemahan "bullying" dalam bahasa Inggris.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perbuatan merundung diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah darinya.

Secara umum, perundungan bisa juga dimaksudkan untuk menggambarkan perbuatan tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Berbicara perundungan di tempat kerja, mungkin yang terbayang adanya oknum tertentu yang suka memperolok-olok karyawan lain.

Atau, pada tingkat yang lebih serius mungkin berupa tindakan pelecehan seksual seperti yang sekarang ramai diberitakan media massa.

Seorang pegawai kontrak di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), mengaku kerap menerima tindakan perundungan, perbudakan, hingga pelecehan seksual oleh rekan-rekan sekantornya.

Ironisnya, kasus di atas telah terjadi sejak beberapa tahun lalu dan baru sekarang diproses secara hukum. 

Padahal, KPI adalah lembaga resmi yang mengawasi program penyiaran (seperti film dan televisi) agar tidak disusupi konten yang merusak mental.

Tayangan yang mengandung unsur pelecehan seksual merupakan salah satu hal yang terancam dapat sanksi dari KPI. Tapi, begitulah, KPI kecolongan justru di internalnya sendiri.

Masalahnya, perundungan tak semuanya tergolong "berat" yang pelaku jelas hanya beberapa orang tertentu saja, seperti kasus di atas. 

Ada hal yang dianggap kecil dan karenanya bisa luput dari perhatian para karyawan, sehingga secara tidak sadar mereka ramai-ramai telah jadi pelaku perundungan.

Dengan demikian, jika hal ini akan diperkarakan oleh korban, tentu akan mengalami kesulitan, karena hampir semua teman kantornya terlibat.

Makanya, bagi karyawan yang jadi objek, tak mungkin melawan semua karyawan. Bisa dimaklumi bila si korban akhirnya pasrah saja.

Iya kalau korban bisa berdamai dengan kondisi seperti itu sehingga tidak mengalami stres yang berlebihan. 

Namun, bila lama-lama membuatnya tertekan, tentu sejumlah dampak negatif harus dihadapinya.

Pertama, si korban jadi suka menyendiri di kantor, seperti menghindar dari kumpul-kumpul saat jam istirahat.

Kedua, konsentrasi untuk melakukan pekerjaan akan terganggu, apalagi kalau pekerjaan itu harus dikoordinasikan dengan karyawan lain.

Ketiga, penilaian atasan atas kinerja si korban akan jelek, sehingga kesempatan untuk naik karirnya di kantor semakin tertutup.

Keempat, mentalnya akan terganggu dan bisa berakibat munculnya penyakit secara fisik.

Jelas bukan, betapa tidak entengnya akibat yang ditanggungkan korban perundungan. Bukan tidak mungkin si korban memilih resign atau terpaksa berkonsultasi dengan psikolog.

Nah, apa sih contohnya perundungan yang pelakunya ramai-ramai dan biasanya para pelaku tidak merasa melakukan perundungan? 

Contoh yang paling umum, dengan alasan untuk menjalin keakraban atau sekadar bercanda, banyak karyawan yang memanggil karyawan lain bukan dengan nama aslinya.

Katakanlah ada seorang karyawan bernama Anto. Tubuhnya kurus dan pendek, jauh di bawah rata-rata karyawan lain.

Lalu, entah siapa yang memulai, Si Anto ini mendapat nama baru, yakni Si Unyil. Bahkan, lama-lama karyawan lupa nama aslinya, terlanjur yang dihafal adalah nama Unyil.

Kebalikan dengan Anto, ada lagi si Dimas yang badannya gemuk. Berat badan Dimas sekitar 90 kg, padahal tingginya hanya 160 cm.

Terbayang kan seperti apa posturnya si Dimas? Tapi, banyak orang di kantor yang tidak kenal nama Dimas, karena yang lebih populer adalah Si Ndut.

Betapa tidak nyamannya Anto dan Dimas menerima gelar yang sangat tidak diharapkannya itu. 

Alasan biar akrab atau sekadar untuk lucu-lucuan, tapi dengan merendahkan orang lain, sebetulnya tidak bisa dibenarkan.

Atasan atau para senior di kantor, begitu mengetahui ada karyawan yang dipanggil dengan nama yang melecehkan seperti Unyil dan Ndut, sebaiknya segera mengingatkan semua karyawan agar tidak mengulanginya.

Bahkan, dengan nama panggilan yang terkesan memuji seseorang pun, kalau yang dipuji jadi tidak nyaman, jangan dilakukan.

Soalnya, ada karyawati yang sering dipanggil "Si Cantik", yang merasa tidak senang. 

Apalagi bila yang memanggil sekaligus juga menatap dengan nakal. Ini masih termasuk pelecehan.

Ringkasnya, hati-hati dalam memanggil seseorang. Sebaiknya panggil dengan nama depannya, atau tanya yang bersangkutan, apa nama panggilannya.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun