Ngomong-ngomong tentang usaha rumahan, saya sering teringat dengan perjuangan almarhum kakak laki-laki saya (selanjutnya saya tulis "Uda", panggilan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Minang), yang mampu mandiri dari hasil warung di bagian depan rumahnya.
Kebetulan di grup WA keluarga, adik bungsu saya membagi cerita tentang kunci sukses Uda. Tentu, ukuran sukses tersebut relatif.Â
Bagi kami, warungnya yang ramai oleh pelanggan dan hasilnya bisa untuk hidup mandiri, bisa punya rumah sendiri, termasuk mampu membiayai dua anak di perguruan tinggi, itu sudah pertanda sukses.
Saya berterima kasih kepada adik saya yang berinisiatif membuat semacam analisis sederhana, yang saya kira akan bermanfaat bagi beberapa orang keponakan saya yang sedang merintis usaha sendiri atau sering disebut dengan wirausaha.
Tapi, sebelum itu, saya perlu sampaikan latar belakang Uda. Karena menderita sakit selama beberapa tahun, Uda tidak menamatkan sekolah menengah.
Syukur alhamdulillah, Uda akhirnya sembuh dan diserahkan kepercayaan oleh ibu saya untuk mengelola warung kecil, tempat menjual rokok, aneka makanan kecil, minyak tanah, kayu bakar, dan sebagainya, di dekade 1980-an.
Lokasi warung berada di depan rumah, 1 km sebelum masuk pusat kota Payakumbuh, pada ruas jalan raya Payakumbuh-Bukittinggi (Provinsi Sumatera Barat).
Nah, warung yang sebelumnya sering merugi, di tangan Uda mulai menunjukkan hasil. Barang semakin lengkap karena juga menjual sembako. Sejak itu, pelanggan warung Uda semakin banyak, terutama ibu-ibu.Â
Hanya saja, rumah dan warung tersebut statusnya bukan milik sendiri, tapi milik saudara perempuan ayah. Karena rumah tersebut akan diambil alih oleh yang punya, Uda membangun rumah sendiri dan sekaligus dengan warung di depannya.
Namun, lokasinya tidak sebagus di tempat lama, karena makin jauh dari pusat kota dan juga bukan di jalan utama. Ada keraguan di hati Uda ketika di tahun 90-an mulai pindah ke tempat baru. Jangan-jangan tidak banyak pelanggannya.
Tapi, karena kiat yang diterapkan Uda memang tepat, justru pelanggannya makin banyak. Tetangga di tempat lama tetap setia berbelanja, meski lokasinya sekitar 2 km dari tempat lama.
Kemudian, warga di sekitar warung yang baru juga segera "jatuh hati" dengan warung yang dikelola Uda. Bahkan, karena cerita dari mulut ke mulut, ada saja pelanggan dari jauh yang berbelanja.
Apa saja kiat yang diterapkan Uda? Mungkin tulisan ini belum bisa mengupas secara tuntas. Tapi, paling tidak ada empat kiat utama.
Pertama, berkaitan dengan kejujuran atau integritas yang tinggi. Uda selalu mengatakan kondisi yang sesungguhnya dari barang yang dijual. Jika barangnya kurang bagus, akan diberi tahu ke pembeli, bukan disembunyikan.
Dalam menimbang barang, Uda sengaja melebihkan sedikit dari berat yang seharusnya. Ketimbang kurang, lebih baik dilebihkan untuk pembeli.
Ada cerita yang berkesan tentang kejujuran Uda. Suatu pagi terjadi keributan di warung. Ada seorang ibu memberikan uang ke Uda karena kemarin ia belanja, tapi lupa membayar.
Uda tak mau menerima uang itu karena merasa yakin si ibu sudah membayar kemarin. Maka terjadilah "pertengkaran". Si ibu ngotot memberi uang, tapi Uda ngotot menolak.
Tak ada kesepakatan antar dua orang jujur itu, namun diam-diam si ibu meletakkan uang di pagar warung. Uda baru tahu ada uang setelah ibu tersebut pergi.
Kedua, berkaitan dengan keikhlasan. Pembeli bebas memilih cabe yang bagus dan menghabiskan waktu yang lama. Uda ikhlas saja, meskipun yang tinggal cabe yang kurang bagus.
Ketika pembeli lagi ramai, pembeli diperbolehkan menimbang sendiri. Jika ada pembeli yang tidak jujur menimbang, Uda tidak ambil pusing, ikhlaskan saja.
Ketiga, mengambil keuntungan sewajarnya, bahkan boleh dikatakan tipis. Buktinya, harga di warung Uda paling murah dibandingkan warung lain di sekitar itu.
Lagipula, pembeli boleh membeli dengan porsi yang sangat sedikit, yang di warung lain biasanya tidak dilayani. Uda juga tidak keberatan jika pembeli berutang.Â
Di antara pelanggan yang berutang, setelah sekian lama, ada yang tidak kunjung membayar. Untuk yang seperti ini, Uda mengikhlaskan, karena menganggap si pengutang sebagai orang yang tak mampu.Â
Keempat, Uda seorang yang baik hati. Wajahnya memancarkan keramahan dan kebaikan hati itu. Saya tidak menyebut Uda ramah dalam bertutur kata, karena Uda kadang-kadang agak pemalu dan cenderung pendiam.
Tapi, dari komentar para tetangga dan para pelanggan, tanpa saya bermaksud melebih-lebihkan, semuanya mengatakan Uda adalah seorang yang baik, bahkan ada yang mengatakan terlalu baik.
Nah, itulah kunci sukses dalam berusaha, yang menurut saya relevan untuk jenis usaha apapun. Saya berharap anak dan keponakan saya yang punya usaha sendiri (dan juga semua pembaca yang tertarik), bisa meneladani kiat yang ditulis di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H