Biarlah orang lain menjuluki saya kolot. Bahkan, saya termasuk lagi senang-senangnya menikmati siaran televisi digital.
Mungkin yang satu kubu dengan teman saya yang ngeledek orang yang masih nonton televisi, lumayan banyak. Mereka sudah beralih ke layanan video streaming.
Tapi, saya yakin tidak sendirian. Buktinya, di Kompasiana, beberapa hari terakhir ini banyak dijumpai tulisan tentang kelebihan siaran televisi digital, yang secara resmi baru pada tahun depan diwajibkan bagi semua stasiun televisi di Indonesia.
Bagi saya ada beberapa keuntungan menonton televisi, dan makanya saya masih tetap setia dengan benda yang dulu disebut kotak ajaib itu.
Pertama, beritanya cukup kredibel. Jika saya berburu berita melalui gawai, kadang-kadang ramai di judulnya, tapi isinya tidak seberapa, serta banyak bersambung halamannya.
Kalau saya menerima link berita dari teman-teman via media sosial, saya butuh waktu untuk menganalisis, apakah berita itu hoaks atau bukan. Sedangkan berita televisi tidak perlu saya pilah-pilah, cukup menyimak sambil duduk manis.
Kedua, saya terganggu dengan iklan di media daring yang saling berhimpitan. Kalau di televisi, pas lagi iklan ya hanya untuk iklan saja, sehingga bisa dimanfaatkan untuk ke toilet, meskipun pembawa acaranya bilang: "jangan ke mana-mana".
Ketiga, acara sinetron memang tidak saya minati karena banyak ceritanya yang menurut saya kurang logis. Tapi, tentu saya tak bisa melarang istri saya menyukainya.
Keempat, sebagian acara talkshow masih ada yang menurut saya menarik, meskipun saya kurang suka pembawa acara yang terlalu dominan dan suka memotong pembicaraan narasumber.
Kelima, wawasan nasional saya meningkat karena beberapa stasiun televisi memberi ruang untuk acara budaya, kekayaan alam, kreativitas pelaku usaha, dan perkembangan pariwisata di berbagai daerah.
Keenam, saya menggemari siaran langsung pertandingan olahraga yang sering disiarkan di televisi, termasuk saat Olimpiade 2020 di Tokyo baru-baru ini.