Yang juga tak kalah mencemaskan adalah betapa gampangnya seseorang membuat konten yang patut diduga sebagai hoaks, yang kemudian sangat cepat menyebarnya.
Nah, dengan kepintaran mengendalikan diri, maka bisa disimpulkan bahwa manfaat internet jauh lebih besar ketimbang dampak negatifnya.
Hanya saja, untuk bisa lancar jaya berinternet, jelas perlu biaya. Murah atau mahalnya, ya relatif, tergantung kebutuhan masing-masing orang dan kemampuan dananya.
Memang, kalau bisa nebeng internet gratis, tentu lebih asyik. Anak muda lebih suka nongkrong di kafe yang menyediakan Wifi secara cuma-cuma.
Anak kos atau asisten rumah tangga, lebih suka tinggal di rumah yang sudah terpasang Wifi, agar gawainya bisa terhubung dengan internet. Mereka tinggal bertanya apa password-nya kepada pemilik rumah.
Demikian pula di ruang tunggu kantor atau lobi hotel, password Wifi-nya akan menjadi pertanyaan pertama ke resepsionis di sana, bagi tamu yang berburu internet gratis.
Namun, bila ingin nyaman tanpa bercampur dengan orang lain yang belum dikenal, tak bisa lain, harus merogoh kocek sendiri.
Sejak kapan di rumah Anda pasang internet? Atau cukup dengan paket untuk masing-masing gawai yang dimiliki anggota keluarga Anda?
Saya kebetulan memasang dua-duanya. Untuk ramai-ramai di rumah saya pasang internet atau paket Wifi. Tapi, saya tidak memilih paket internet yang di-bundling dengan berlangganan televisi kabel.
Memang, kebutuhan saya untuk menonton televisi sudah jauh berkurang. Saya lebih menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya, termasuk ber-Kompasiana.Â
Namun, televisi nasional yang tidak berbayar, tetap saya pantau. Selain siaran berita, saya juga menyukai acara olahraga dan musik.